TEMPO Interaktif, Jakarta - Badan Pengawasan Obat dan Makanan mempersilakan Kejaksaan Agung mendalami kasus korupsi pengadaan alat laboratorium di lembaganya. BPOM tak mempersoalkan bila muncul tersangka baru.
"Bila ada indikasi tindak pidana baru, monggo, kami ikut," kata juru bicara BPOM, Hendry Siswadi, melalui telepon selulernya, Kamis, 17 November 2011.
Hendry mengatakan lembaganya tidak akan menghalang-halangi pengusutan kasus tersebut. Semuanya diserahkan kepada Kejaksaan Agung.
"Menetapkan tersangka tentu ada alat bukti dan segala macam. Kejaksaan lebih tahu," ujarnya.
Kejaksaan menelisik dugaan korupsi 122 jenis alat laboratorium Badan Pengawasan pada 2008. Kejaksaan menduga terjadi penggelembungan biaya pembelian alat hingga Rp 11 miliar. Yang diduga dilakukan CV Persada Putra Mandiri dan PT Ramos Jaya Abadi selaku pemenang tender.
Kejaksaan lantas menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yakni Kepala Pusat Pengujian Obat dan Makanan BPOM Siam Subagyo serta Ketua Panitia Pengadaan BPOM Irmanto Zamahrir Ganin.
Kemudian Direktur CV Persada Ediman Simanjuntak serta Direktur PT Ramos Surung Hasibuan Simanjuntak. Keempatnya kini berstatus tahanan Kejaksaan.
Hendry mengatakan hasil pemeriksaan internal lembaganya menunjukkan proyek itu sudah berproses sehingga menghasilkan alat laboratorium yang dibutuhkan Badan Pengawasan.
Alat yang berfungsi meneliti kadar manfaat obat secara internasional itu kini telah dipergunakan di 30 provinsi cabang Badan Pengawasan. Di antaranya terletak di Medan, Bandung, Palembang, dan Makassar.
"Alat-alat itu berfungsi dengan baik," ujarnya.
Dengan dasar itu, ia tak menampik lembaganya belum menemukan indikasi penggelembungan dana di balik proyek itu. "Tapi kalau Kejaksaan menemukan indikasi, kami persilakan," katanya.
TRI SUHARMAN