Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Busyro: Banyak Politikus Dasa Muka

image-gnews
TEMPO/Seto Wardhana
TEMPO/Seto Wardhana
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas mengkritik langkah sejumlah politikus yang kerap memberikan komentar yang menyerang lembaganya. Ia menganggap bahwa politikus tersebut masuk dalam kategori dasa muka alias memiliki karakter yang bisa diubah-ubah.

"Inilah karakter esuk dele, sore tempe, malam onde-onde," kata Busyro pada pidato kebudayaan bertajuk "Paguyuban Kumuh Koruptor dan Polusi Kebudayaan" di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta, Kamis, 10 November 2011 malam.

Busyro mengatakan karakter dasa muka ini bisa memperlihatkan bermacam wajah. Pada pagi hari berwajah lembut, tetapi siang hari muram, egois, dan mudah tersinggung.

Sifat ini, lanjut Busyro, kemudian menjelma menjadi caci-maki yang menganggap lembaga antikorupsi adalah sarang teroris. "Menuduh alat politik penguasa, sarang mafia, loyo, sudah dibeli, pembohong, dan perampok," katanya.

Tidak hanya itu, kata Busyro, mereka bahkan meminta hak penuntutan KPK dicabut, memaksakan kewenangan penghentian penyidikan, bahkan mendesak pembubaran KPK. "Mereka umbar sepuas nafsu dan hasrat hewaniah," ujarnya.

Busyro mengatakan, kondisi ini berbanding terbalik pada malam hari, mereka mendorong agar kasus korupsi dipusatkan pada lembaga antikorupsi. Mereka juga mengumbar janji akan menguatkan dan menghalau pelemahan KPK.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak hanya itu, budaya kumuh dalam politik kontemporer juga sudah mendominasi entitas politikus Tanah Air belakangan ini. "Karakter mencla-mencle dalam mengemban amanat publik di lembaga negara," ucapnya lantang.

Penyebabnya, kata Busyro, adanya lembaga negara yang kini dihuni oleh orang-orang yang tidak jelas rekam jejaknya. Akibatnya, tidak diketahui apakah mereka pernah membela atau malah memangsa rakyat.

"Banyak terindikasi lembu peteng atau anak yang lahir tak jelas bapak-ibunya," ujarnya.

Yang jelas, lanjut Busyro, mereka tampil perlente dengan lambang burung garuda keemasan dan safari bersaku enam. Serta memiliki selusin BlackBerry. "Inilah partai politik kita yang dihuni mayoritas politisi pragmatis hedonis. Ini tragis sekaligus tragedi budaya," katanya.

TRI SUHARMAN

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Pengamat: Tanpa Karakter, Generasi Milenial Jadi Politikus Busuk

27 Februari 2018

Pengamat Politik LIPI, Siti Zuhro. TEMPO/Imam Sukamto
Pengamat: Tanpa Karakter, Generasi Milenial Jadi Politikus Busuk

Agar tidak menjadi politikus busuk, Siti Zuhro menyarankan kepada generasi milenial untuk memiliki bekal pengetahuan cukup.


Ah, Rupanya Setya Novanto Pernah Digelari Pria Paling Tampan  

14 Desember 2015

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto berjalan keluar ruangan seusai menjalani sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 7 Desember 2015. Sidang yang berlangsung tertutup tersebut berlangsung selama kurang lebih lima jam. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Ah, Rupanya Setya Novanto Pernah Digelari Pria Paling Tampan  

Perjuangan hidup Setya Novanto yang berliku dibenarkan Olis Datau, teman dekatnya di Surabaya.


Istana Setya Novanto, Tak Cuma Memandang Hujan dari Luar  

14 Desember 2015

Kediaman Setya Novanto di Kupang, Nusa Tenggara Timur. tabloidbintang.com
Istana Setya Novanto, Tak Cuma Memandang Hujan dari Luar  

Rumah itu dibangun sesuai dengan karakter Setya dan istri keduanya, Deisti Astriani Tagor.


Setya Novanto dan Istananya yang Megah di Kupang

14 Desember 2015

Kediaman Setya Novanto di Kupang, Nusa Tenggara Timur. tabloidbintang.com
Setya Novanto dan Istananya yang Megah di Kupang

Bangunan ini didirikan Setya Novanto untuk memenuhi beberapa fungsi sekaligus.


Kisah Setya Novanto Hobi Diskusi Bareng Istri di Kamar Mandi

14 Desember 2015

Salah satu kamar mandi di rumah mewah milik Setya Novanto. Yudi Dwi Hertanto/HOME Living
Kisah Setya Novanto Hobi Diskusi Bareng Istri di Kamar Mandi

Setya Novanto dan Luciana Lily Herliyanti sepakat membangun rumah dan mendesainnya bak hotel, bahkan istana.


Politikus Rangkap Jabatan

5 April 2015

Politikus Rangkap Jabatan

Menurut Puan, posisinya di partai selama ini nonaktif dan ia selalu berfokus pada pekerjaan dan tanggung jawab di eksekutif sebagai menteri (Tempo.co, 1 April).


Korupsi dan Politik

14 November 2014

Korupsi dan Politik

Seorang anggota DPR dari sebuah partai besar memiliki sebidang tanah yang luas di sebuah tempat di Jawa Timur. Dia memang dikenal sebagai seorang pengusaha real estate. Di tengah tanahnya ada sebuah jalan kampung kecil. Sebagai seorang anggota DPR, dia mengusulkan anggaran pembangunan infrastruktur jalan itu atas nama kepentingan publik. Kemudian, anggaran sebesar Rp 120 miliar disetujui panitia anggaran DPR.


Artidjo: Semua Koruptor Dicabut Hak Politiknya  

19 September 2014

Hakim Agung Artidjo Alkostar. TEMPO/Seto Wardhana
Artidjo: Semua Koruptor Dicabut Hak Politiknya  

"Tapi, kalau jabatan hanya untuk korupsi biasa dan bukan jabatan poltik, tidak tepat dicabut hak politik."


Fahri Hamzah dan Kontroversinya  

19 Agustus 2014

Fahri Hamzah. TEMPO/Imam Sukamto
Fahri Hamzah dan Kontroversinya  

Setidaknya ada lima persoalan yang membuat nama politikus PKS itu menjadi kontroversi.


Puisi dalam Politik Kita

2 Mei 2014

Puisi dalam Politik Kita

Sebenarnya, sejarah puisi adalah sejarah yang luhur. Ketika teologi, filsafat, sains, atau bahkan agama mengalami kejenuhan dalam menjawab teka-teki dan memberi akan keber-Ada-an manusia, maka peradaban berpaling ke puisi. Puisi menjadi semacam Sang Mesias. Menurut penyair metafisik Inggris, John Keats, puisi adalah satu-satunya yang mampu merangkul manusia dalam keterasingannya. Jadi, tak mengherankan jika mistisisme atau sufisme dalam Islam pada akhirnya berpaling ke puisi. Sebab, hanya melalui puisi, pengalaman transenden (ektase) seorang sufi dapat dibahasakan. Keluhuran puisi pula yang membawa Aristoteles justru menilai bahwa puisi harus berperan menciptakan efek katarsis guna menekan nasfu-nafsu rendah.