TEMPO Interaktif, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan pelaksanaan ambang batas parlemen sudah saatnya dinaikkan menjadi 4 hingga 5 persen. Apalagi bagi Partai Golkar, periode sekarang sudah dicanangkan sebagai periode penataan kebangsaan, termasuk melalui sistem politik berdasarkan konstitusi.
Bahkan dengan tegas Idrus mengkritisi adanya wacana beberapa partai untuk membentuk poros tengah. "Mestinya yang dibangun adalah poros bangsa sehingga kembali pada konstitusi yang mensyaratkan adanya sistem presidensial," kata Idrus di kantor Dewan Pimpinan Pusat Golkar usai mengikuti salat Idul Adha, Ahad, 6 November 2011.
Dalam mencapai sistem presidensial ini, kata Idrus, seharusnya dibangun tanpa mementingkan kelompok. "Kalau masih ada poros lain, maka boleh jadi itu bagian cara kita untuk tidak melaksanakan konstitusi," ujarnya.
Menurut Idrus, konstitusi telah dengan tegas mensyaratkan adanya sistem presidensial. Untuk mencapainya, maka yang perlu dilakukan adalah penyederhanaan sistem kepartaian melalui pengaturan ambang batas parlemen.
Menurut Idrus, selama ini Partai Golkar tidak sembarang "ngotot". Golkar hanya ngotot untuk membangun sistem presidensial yang diisyaratkan oleh konstitusi. "Jadi, jangan lagi bicara soal lima persen karena keinginan kita adalah membangun poros bangsa."
Terhadap partai kecil, menurut Idrus, angka ambang batas parlemen antara 4 hingga 5 persen tidak serta-merta mematikan partai kecil. Dia juga tidak meminta partai kecil untuk bergabung dengan partai besar. "Jangan ikut ke atas, tetapi ikut saja aturan, dan UU sudah mengatur sistem presidensial."
Menurut dia, pelaksanaan sistem presidensial melalui penyederhanaan partai di parlemen sudah seharusnya dilakukan. Bahkan setelah reformasi bergulir selalu tertunda. "Sampai kapan kita maju, sudah terlalu lama kita membiarkan sistem berjalan jauh dari pelaksanaan sistem presidensial."
Mengenai adanya potensi peningkatan suara hilang, menurut dia, akan bisa teratasi dengan penguatan internal partai. Untuk partai kecil, Idrus menyebutkan ada banyak alternatif pilihan untuk tetap eksis.
Misalnya dengan menggabungkan diri atau tetap menjadi partai politik sesuai yang sudah diatur Undang-Undang Parpol. "Parpol juga bisa berjuang di luar dan susahnya karena selama ini paradigmanya selalu ingin ada di parlemen."
Penyederhanaan partai sendiri sangat perlu dilakukan agar lembaga pengambil kebijakan lebih produktif. Dengan sedikitnya partai di parlemen, dia yakin pengambilan keputusan akan berjalan lebih efektif dan efisien. "Semakin sederhana, maka pemerintahan akan cenderung lebih efektif dan efisien."
Dalam pembahasan ambang batas parlemen ini, partai besar seperti Demokrat, Golkar, dan PDIP sepakat angkanya dinaikkan menjadi 4-5 persen. Sedangkan partai menengah seperti PKB, PPP, Hanura, dan Gerindra mengusulkan angkanya maksimal 3 persen. Karena partai besar dianggap ngotot, beberapa partai kecil pendukung koalisi kemudian berkeinginan untuk membentuk poros tengah.
IRA GUSLINA