TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Komisi Hukum DPR, Nasir Djamil, mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan menangani kasus yang menimpa Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin. Menurutnya, kasus ini bisa menyandera Kementerian Hukum dan HAM dalam upaya memperbaiki sistem hukum di Indonesia.
"SBY juga harus bertanggung jawab sebagai presiden karena Amir Syamsuddin itu adalah pembantunya," ujarnya kepada Tempo, Rabu, 2 November 2011.
Baca Juga:
Amir Syamsuddin diduga terlibat praktek mafia hukum sebelum menjabat sebagai menteri di kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Kasus ini bermula ketika Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mendapat laporan pengaduan dari Hendrik R.E. Assa pada April 2010. Laporan itu berisi dokumen dan bukti aliran uang ke sejumlah pihak untuk membebaskan Darianus Lungguk Sitorus dari kasus penguasaan lahan di Padang Lawas, Tapanuli Selatan.
Sitorus didakwa menyalahgunakan kawasan hutan milik negara seluas 80 ribu hektare menjadi perkebunan sawit tanpa izin. Dalam dokumen itu disebutkan ada aliran uang total Rp 141,3 miliar yang digunakan untuk "pengurusan masalah" di Mahkamah Agung. Di antara nama yang disebut menerima duit adalah seseorang berinisial AS yang diduga adalah Amir Syamsuddin. Dalam kasus ini, Amir berperan sebagai pengacara D.L. Sitorus.
Satgas lalu mengirim surat beserta bukti dokumen ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada Juli 2010. Namun, komisi antikorupsi itu hingga kini belum menindaklanjuti laporan tersebut.
Nasir menilai, kasus Amir ini dapat menjadi persepsi negatif bagi Kementerian Hukum dan HAM, terutama di tengah cercaan masyarakat selama ini. Kasus ini, lanjutnya, juga dapat menjadi bola panas bagi Presiden SBY dan Partai Demokrat. Sebab, dalam pidatonya saat melakukan reshuffle kabinet lalu, SBY mengatakan dirinya mengedepankan integritas moral dalam memilih para menterinya.
"Jika laporan itu benar, tentu bertentangan dengan apa yang dikatakan SBY bahwa reshuffle kabinet didasari intgeritas. Ini bola panas bagi Kementerian Hukum dan HAM, juga bagi Demokrat," tandasnya.
Untuk mencegah agar bola panas ini tak bergulir kemana-mana, anggota DPR asal Aceh ini menambahkan, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum juga harus menjelaskan duduk perkara kasus ini kepada publik. Nasir berpendapat kasus ini juga merupakan pertaruhan bagi KPK.
"Satgas Mafia Hukum wajib menjelaskan ke publik terkait laporan mafia hukum," ujarnya. "Bagi KPK, ini adalah kesempatan terakhir untuk menunjukkan apakah lembaga itu masih independen atau menjadi pelindung penguasa," tegas anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini.
Ia pun menyatakan akan menanyakan soal kasus ini kepada KPK dan Amir pada saat rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR nanti. "Nanti Komisi III akan meminta penjelasan kepada KPK dan Menkumham dalam rapat kerja," tuturnya.
FEBRIYAN