TEMPO Interaktif, Jakarta - Todung Mulya Lubis, kuasa hukum Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, menyatakan pemerintah telah menunjuk firma hukum di Zurich untuk menggugat Yayasan New 7 Wonder.
Todung mengatakan, gugatan dilayangkan karena adanya keputusan yayasan yang menganulir Kemenbudpar sebagai official supporting committee (OSC) dalam lomba popularitas tempat pariwisata ini. "Bagaimana mungkin pihak yang mendaftarkan Pulau Komodo tidak bisa ikut mempromosikan?" ujarnya ketika dihubungi Tempo, Selasa, 1 November 2011.
Pulau Komodo merupakan salah satu finalis dari kompetisi popularitas tujuan pariwisata bertujuk New 7 Wonder. Kompetisi ini kabarnya diikuti oleh 28 negara finalis yang berhasil maju dari 220 negara lainnya. Selain menjadi salah satu peserta, Indonesia juga sempat ditawari menjadi tuan rumah pengumuman pemenang kompetisi ini. Namun, menurut Todung, pemerintah tak menyanggupinya.
"Karena dana yang diminta terlampau besar, sekitar US$ 10 juta. Darimana Kemenbudpar dapat anggaran sebesar itu?" ujarnya.
Todung menceritakan, karena penolakan pemerintah itu, Yayasan New 7 Wonder pun mengancam untuk menganulir Pulau Komodo sebagai salah satu finalis. Padahal, Indonesia sudah membayarkan sejumlah uang kepada yayasan itu sebagai biaya pendaftaran. Todung mengatakan, ia sempat melayangkan surat kepada pihak New 7 Wonder yang intinya meminta agar pembatalan itu tidak terjadi.
"Saya minta agar yayasan memisahkan antara keinginan untuk menjadi peserta dengan sebagai tuan rumah. Itu dua hal yang berbeda," tandasnya.
Atas surat Todung ini, pihak yayasan itu pun membalasnya. Isinya, penyelenggara tidak menganulir Pulau Komodo sebagai finalis. Namun, pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tak diperbolehkan bertindak sebagai official supporting committee (OSC).
Keputusan sepihak inilah yang membuat pemerintah geram dan akhirnya kembali mengirimkan surat agar Kemenparek kembali mendapatkan haknya. "Tapi sampai hari ini tak ada balasan," ujarnya.
Pengacara senior ini melanjutkan, pemerintah akhirnya mendatangi Zurich, Swiss, untuk memastikan alamat yayasan itu. Setelah ditelusuri oleh Kedutaan Besar di sana, yayasan ini ternyata tak ditemui. Todung mengatakan, "Berdasarkan keterangan yang kami dapat, yayasan itu hanya buka seminggu sekali. Alamatnya ada, tapi kantor itu jarang beraktivitas," tandasnya.
Karena itu, pemerintah pun telah menyiapkan gugatan terhadap yayasan ini. Namun, Todung mengaku tak tahu sampai mana kemajuan gugatan itu. "Yang lebih tahu pihak kedutaan besar kita di sana. Karena saya tidak bisa beracara di sana, ya pemerintah tunjuk salah satu law firm di sana," tandasnya.
FEBRIYAN