TEMPO Interaktif, Jakarta - Teka-teki keterlibatan Andi Nurpati dalam kasus pemalsuan surat jawaban Mahkamah Konstitusi atas putusan nomor 112 tahun 2009 makin mendekati titik terang. Hal tersebut diungkapkan beberapa anggota staf Komisi Pemilihan Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Kebohongan semakin kelihatan," kata anggota Panitia Kerja Kursi Haram Dewan Perwakilan Rakyat, Abdul Malik Haramain, di Jakarta, Jumat, 28 Oktober 2011.
Menurut Abdul, terkuaknya keterlibatan Andi, salah satunya tampak dari upaya rekayasa yang dia lakukan dalam menginisiasi surat penjelasan Komisi Pemilihan Umum atas putusan MK. "Andi menyangkal telah menerima surat itu, padahal sebelumnya di rapat Panja ia mengaku telah meminta MH (Mashuri Hasan, anggota staf Andi) memberikan surat itu kepada Aryo (sopir Andi)," kata Abdul, yang juga anggota Dewan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Kasus ini mencuat setelah KPU menetapkan kursi untuk calon anggota legislatif Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo. Padahal sengketa pemilihan umum di daerah pemilihan Sulawesi Selatan itu sebelumnya ditangani MK dan menetapkan calon Partai Gerindra, Mestariani Habie, yang berhak atas kursi DPR. Tim investigasi internal MK yang mengusut kasus tersebut menyimpulkan adanya konspirasi di antara sejumlah anggota staf MK dan komisioner KPU, Andi Nurpati.
Kasus ini berawal dari persiapan sidang pleno KPU untuk penentuan alokasi kursi yang dilaksanakan pada 21 Agustus 2009. Anggota Badan Pengawas Pemilu saat itu (sekarang ketua), Bambang Eka Cahya, menemukan perbedaan pada surat keputusan MK yang dia miliki dengan surat yang dimiliki anggota KPU saat itu, Andi Nurpati. Bambang menyadari perbedaan tersebut saat Andi Nurpati membacakan surat yang dia miliki.
Bambang memegang Surat Keputusan MK Nomor 84/phpu.c/VII/2009, yang menyatakan daerah pemilihan Sulawesi Selatan I, Kabupaten Gowa, 13.012 suara; Kabupaten Takalar 5.443 suara; dan Kabupaten Jeneponto 4.206 suara. Sementara itu, Andi Nurpati memegang surat dengan nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009.
Menanggapi perkembangan kasus ini, Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Sutarman menyatakan akan memanggil kembali Andi. "Kalau saksi-saksi mengatakan seperti itu, akan kami periksa lagi," katanya. Namun Sutarman belum dapat memastikan waktu pemanggilan Andi dan nama lain yang disebut dalam sidang itu.
Pengacara Andi, Deny Kailimang, menilai pernyataan Abdul Malik Haramain tidak etis. "Ini seperti pengadilan jalanan," ujarnya. Menurut Deny, keterangan sejumlah saksi tidaklah secara otomatis membuktikan kesalahan seseorang. Buktinya, dalam pemeriksaan konfrontasi beberapa waktu lalu, polisi menyatakan belum bisa menemukan indikasi keterlibatan terhadap kliennya. "Tidak ada itu," katanya.
PRIHANDOKO | INDRA WIJAYA | RIKY FERDIANTO | SUNUDYANTORO