TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan juru panggil Mahkamah Konstitusi, Masyhuri Hasan, terancam hukuman enam tahun penjara seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perdananya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 20 Oktober 2011. Jaksa mendakwa Masyhuri melanggar pasal 263 dan pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
“Ia telah bersama-sama-sama maupun sendiri membuat surat palsu untuk bukti sehingga menimbulkan kerugian orang lain,” ujar Jaksa Penuntut Umum Ketut Winawa saat membacakan dakwaannya.
Masyhuri didakwa sengaja membuat surat palsu bersama Zaenal Arifin, panitera MK, demi memuluskan kepentingan Dewi Yasin Limpo untuk meraih suara dalam pencalonan anggota DPR pada pemilihan umum 2009. Peran Masyhuri ini diungkap secara kronologis oleh jaksa dalam keterlibatanya membuat surat keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009.
Surat yang ternyata palsu ini kemudian diterbitkan ulang dengan nomor yang sama, tertanggal 17 Agustus 2009 dan memenangkan calon legislatif dari partai Gerindra. “Nah surat tanggal 14 itu sempat dibacakan dalam sidang KPU,” ujar Winawa.
Masyhuri dinilai berperan penting dalam membuat surat palsu keputusan MK ini. Jaksa pun mengurai keterlibatan Masyhuri yang telah mengkopi tanda tangan Zaenal Arifin sebagai panitera, yang sebelumnya tersimpan di salah satu file komputer.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Herdi Agustin itu memberikan kesempatan bagi Masyhuri dan penasehat hukumnya untuk menyampaikan eksepsi. Namun kesempatan ini ditolak, dengan alasan masih ada kesempatan pledoi dalam agenda sidang selanjutnya. Sidang akan dilanjutkan pekan depan, Kamis 27 Oktober 2011 dengan agenda menghadirkan sejumlah saksi dari jaksa penuntut umum.
Penasehat hukum Masyhuri Hasan, Edwin Partoni menilai dakwaan Jaksa berbeda dengan yang dilakukan oleh kliennya, dalam kapasitas sebagai juru panggil. “Yang melakukan sesuai tuduhan ini Zaenal Arifin, sebagai panitera,” ujar Edwin.
Menurut Edwin, keterlibatan Masyhuri memasukan tanda tangan dari file komputer karena sudah tersimpan sebelumnya. Langkah ini dinilai layak dilakukan, karena Masyhuri juga merangkap sebagai staf administrasi. Ia menilai tindakan yang dilakukan kliennya ini bukan pemalsuan surat dari mahkamah konstitusi.
“Tak ada sesuatu yang digelapkan, surat keluar sudah di-register oleh sekretariat,” ujar Edwin yang sempat mengajukan surat penangguhan penahanan kliennya.
EDI FAISOL