TEMPO Interaktif, Balikpapan - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan sebanyak 64 transaksi mencurigakan di Kalimantan Timur. Mayoritas transaksi mencurigakan sebanyak 12 persen di antaranya terjadi di lingkungan pegawai negeri sipil (PNS) setempat.
“Cukup banyak transaksi mencurigakan terjadi di Kalimantan Timur,” kata Ketua PPATK, Yunus Husein, di Balikpapan, Selasa, 18 Oktober 2011.
Dalam analisisnya, Yunus mengaku juga menemukan transaksi mencurigakan dilakukan pejabat negara di Kalimantan Timur setingkat gubernur, bupati, wali kota, beserta para wakilnya. Selama setahun ini, dia menyebutkan terdapat 25 transaksi mencurigakan di lingkungan pejabat negara Kalimantan Timur.
PPATK, kata Yunus, sudah meneruskan sebagian temuannya tersebut pada penyidik Kepolisian Daerah Kalimantan Timur. PPATK melaporkan 16 transaksi mencurigakan agar dilakukan penyelidikan. “Karena kami yakin, 16 transaksi ini ada indikasi terjadi pelanggaran pidana,” tuturnya.
Menurut Yunus, selama kurun waktu 2004-2011, PPATK menemukan sebanyak 683 transaksi mencurigakan di Kalimantan Timur. Dalam temuan itu, ada tiga indikasi mencurigakan seperti pola di luar kewajaran, upaya menghindari laporan hingga permintaan analisis transaksi tersangka korupsi.
“Bila PNS yang gajinya maksimal Rp 10 juta, namun transaksinya hingga miliran tentu sangat mencurigakan,” paparnya.
Ratusan transaksi mencurigakan itu, kata Yunus, ditemukan di lingkungan pejabat negara, PNS, pengusaha, swasta, pengajar, TNI/Polri, legislatif, hingga ibu rumah tangga. Meskipun tidak menyebut besaran nilai transaksinya, Yunus memastikan nilainya bisa mencapai puluhan hingga ratusan miliar setiap tahunnya.
“Karena sulit untuk menyebutkan besaran nilai transaksi sebenarnya. Bisa jadi, transaksinya hanya berputar putar antarbank saja,” ungkapnya.
Sehubungan ditemukannya transaksi mencurigakan di Kalimantan Timur itu, Yunus meminta kepolisian untuk menindak lanjuti temuan PPATK tersebut. Dia berpendapat tugas PPATK sudah selesai saat temuan kasusnya diserahkan penyidik. “Bolanya di penyidik, sehingga kelanjutnya tanya mereka saja,” katanya.
SG WIBISONO