TEMPO Interaktif, BANDUNG - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung mulai memeriksa saksi-saksi dalam kasus dugaan korupsi dana PT Elnusa Tbk. Rp 111 miliar, Senin 17 Oktober 2011. Para saksi untuk terdakwa Komisaris PT Harvestindo AM dan PT Discobery Indonesia, Andhy Gunawan, yaitu bekas Direktur Utama PT Elnusa Eteng A. Salam dan Suharyanto, serta Kepala Internal Audit Elnusa Rony Irham Maulana.
Dalam kesaksiannya, Rony menyebut, dari dana deposito berjangka 1 bulan - 3 bulan Rp 111 miliar dan kemudian bobol di Bank Mega Jababeka, Cikarang, Bekasi itu, Elnusa masih menerima pendapatan yang diklaim sebagai bunga deposito berjangka.
"Totalnya Rp 9,8 miliar yang mengalir sampai Maret 2011 ke rekening kami di Bank Mandiri di gedung Elnusa. Namun setelah kasus pembobolan di Bank Mega ini terungkap dan "meledak' (dalam berita media) mulai April 2011, aliran 'bunga' itu berhenti,"ujar Rony menjawab Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan saat sidang di ruang Kresna Pengadilan Tipikor.
Rony mengakui aliran 'bunga' itu terhitung aneh mengingat setelah kasus terbongkar, diketahui bahwa dana deposito berjangka milik Elnusa di Bank Mega Jababeka telah raib.
Dana yang menurut 5 sertifikat deposito yang dikuasai Elnusa adalah deposito berjangka itu, telah disulap melalui modus pemalsuan dokumen dan tandatangan, menjadi deposito on call dan mengalir melalui rekening Elnusa palsu di Bank Mega ke rekening Harvestindo/Discovery di bank yang sama.
Rony juga mengakui jika pihaknya sempat menelusuri catatan Bank Mandiri terkait aliran dana ke rekening Elnusa di bank itu menyusul terbongkarnya kasus pembobolan.
Sebab dalam rekening gironya aliaran dana ke rekening Elnusa di Bank Mandiri memang hanya tercatat dana tersebut mengalir dari dari Bank Mega, namun tanpa keternagan idetntitas pengirim maupun jenis aliran dana. "Tapi dari catatan Bank Mandiri, ada tertulis bahwa pengirimnya adalah atas nama Andhy Gunawan melalui Bank Mega. Saya nggak mengenal siapa Andhy,"kata Rony.
"Meskipun begitu, aliaran dana itu tetap kami asumsikan dan dicatat dalam pembukuan sebagai pendapatan bunga dari Bank Mega karena setara dengan nilai bunga yang harus kami terima dari deposito berjangka kami,"imbuhnya.
Rony juga menyebutkan, kini pihaknya tengah berupaya lewat jalur hukum meminta pertanggungjawaban Bank Mega untuk mengembalikan dana PT Elnusa Rp 111 miliar. "Kami menggugat perdata bank Mega karena kami anggap Bank Mega telah wanprestasi dalam mengelola dana kami,"katanya.
Terdakwa Andhy Gunawan mengakui jika dirinya rutin tiap bulan menyetor dana ke rekening Elnusa di Bank Mandiri hingga akhir Maret 2011. "Itu saya kirim sebanyak 4 kali dalam sebulan dari rekening pribadi saya, karena menurut bos saya (Komisaros Utama Harvestindo/Discovery Ivan CH Litha) ada perjanjian (penyetoran keuntungan investasi) antara kami dengan Elnusa," kata Andhy menjawab Sinung.
Sebelumnya, dalam sidang Kamis 6 Oktober, jaksa mendakwa bahwa sebelum Elnusa menggelontorkan dana ke Bank Mega Jababeka, Direktur Keuangan Elnusa Santun Nainggolan dan Komisaris Utama Harvestindo/Discovery Ivan CH Litha telah meneken perjanjian kerjasama tentang pengelolaan dana PT Elnusa oleh PT Discovery dan PT Harvestindo sekitar Agustus 2009.
Perjanjian dengan imbalan bunga per bulan ke rekening PT Elnusa itu, diteken Santun tanpa seizin dan setahu bosnya, Direktur Utama PT Elnusa saat itu, Eteng Ahmad Salam.
"Atas kerjasama tersebut, Santun Nainggolan akan meminta hasil investasi sebesar 25 persen yang diambil di muka,"kata jaksa penuntut Indra Pribadi saat membacakan dakwaan saat itu.
Selanjutnya, Santun dengan Itman -- yang direkomendasikan Ivan -- menjalin kesepakatan untuk menyimpan dana PT Elnusa sebesar Rp 50 miliar pada deposito berjangka 3 bulan dengan bunga 7 persen di Bank Mega Jababeka.
Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, Itman lalu melakukan pertemuan dengan Ivan, Andhy, Richard dan Zulham. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa Richard mendapat tugas membuat blanko kosong advis deposito Bank Mega palsu sebanyak 5 lembar dengan biaya Rp 100 juta.
Sedangkan Zulham ditugasi meniru/memalsukan tandatangan Direktur Utama PT Elnusa, dan pejabat lain pada lembar aplikasi Bank Mega dari Itman.
Pada 7 September 2009, atas perintah Eteng dan Santun, PT Elnusa menggelontorkan dana Rp 50 miliar ke rekening sementara Bank Mega Cabang Jababeka. Sedianya uang ini akan disimpan dalam rekening deposito berjangka dengan bunga 7 persen.
Namun atas perintah Ivan dan persetujuan Santun, Itman memindahkan dana Rp 50 miliar ini untuk deposito berjangka itu ke rekening deposito 'on call' berjatuh tempo 9 hari atas nama PT Elnusa di Bank Mega. Pemindahan dana ini dilakuan tanpa persetujuan Direktur Utama PT Elnusa Eteng.
Pemindahan juga dilakukan dengan cara memalsukan akta dan tanda tangan pada suarat kuasa dan blangko advis deposito palsu biknan Richard. Untuk pemalsuan ini, Itman meminta Zulham meniru tanda tangan Eteng dan Kepala Biro Operasional Bank Mega Wiwiek Wisiastuti pada surat kuasa dan blanko pencairan dana agar seolah-olah sudah disetujui para penanda-tangan.
Selanjutnya, ketika deposito on call jatuh tempo pada 16 September, dana Rp 50 miliar itu dialirkan ke rekening giro 'palsu' atas nama PT Elnusa yang dibuat atas perintah Itman dan Ivan juga. Dengan menggunakan giro bilyet palsu, lalu dana itu dipindahkan lagi ke rekening milik PT Discovery Indonesia.
Tak sadar duitnya ditilap, Elnusa terus menggelontorkan duit untuk deposito berjangka 3 bulan ke Bank Mega Jababeka hingga 4 kali lagi melalui Itman hingga mencapai total Rp 161 miliar. Rinciannya adalah sebesar Rp 50 miliar pada 29 September, Rp 40 miliar (pada 19 November), Rp 11 miliar (14 April 2010) dan Rp 10 miliar (16 Juli 2010).
Namun dengan modus pemalsuan serupa seperti terjadi pada dana tahap pertama, keempat tahap aliran dana susulan dari Elnusa itupun akhirnya berlabuh di rekening milik PT Discovery dan PT Harvestindo yang dikelola Litha.
Jaksa penuntut menyebutkan, Bank Mega memang sudah mengembalikan dana Rp 50 miliar ke Elnusa. Namun sisanya, Rp 111 miliar, habis digunakan untuk kepentingan bisnis dan belanja harta pribadi para terdakwa. "Rp 10 miliar diberikan kepada Santun Nainggolan sebagai pembagian keuntungan yang dibayar di muka,"kata Indra.
ERICK P HARDI