TEMPO Interaktif, Jakarta - Aktivis organisasi pencinta lingkungan, Greenpeace Indonesia, menilai penolakan terhadap John Sauven, direktur organisasi itu di Inggris, masuk ke Indonesia merupakan bentuk pembungkaman masyarakat sipil dalam memerangi aktivitas perusakan hutan.
”Penolakan itu adalah bagian dari skema penekanan terhadap organisasi Greenpeace secara sistematis. Pelarangan ini adalah juga gejala kembalinya cara-cara yang dipakai rezim Soeharto dalam membungkam masyarakat sipil,” kata Adi Harnowo, juru bicara Greenpeace Indonesia, dalam siaran persnya, Ahad, 16 Oktober 2011.
John Sauven ditolak masuk Indonesia pada Kamis, 13 Oktober 2011. Dia ditahan petugas Imigrasi saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Padahal ia sudah mengantongi visa bisnis yang diperoleh dari Kedutaan Besar Indonesia di London beberapa pekan sebelum kedatangannya. Hingga kini, Greenpeace Indonesia belum mendapatkan penjelasan resmi dari kantor Imigrasi terkait alasan pencekalan John.
Sehari setelah mendapat visa, beberapa media di Indonesia memberitakan Sauven dilarang masuk Indonesia untuk Konferensi Hutan. Padahal saat itu dia belum pergi ke Indonesia sehingga tidak pernah dilarang masuk. John di negeri ini berencana bertemu beberapa tokoh penting pemerintahan, mengunjungi hutan Sumatera, bertemu para pebisnis penting, serta bertemu Duta Besar Inggris untuk Indonesia.
Menurut Adi, sejak memulai kampanye menolak perusakan hutan oleh Asia Pulp and Paper, anak perusahaan Sinar Mas Group, organisasi ini telah mengalami berbagai serangan, terutama pasca peluncuran kampanye penyelamatan hutan Indonesia pada awal tahun ini. Contoh serangan dari sekelompok politikus dan kelompok yang memiliki kepentingan. Mereka mendesak Greenpeace diusir dari Indonesia.
Padahal praktek perusakan hutan yang dilakukan APP mengancam nasib orang utan dan harimau Sumatera yang masih tersisa. Perusakan hutan juga menyebabkan konflik antara masyarakat dan aparat yg mem-back-up perusahaan.
Konflik tersebut menimbulkan berbagai peristiwa kekerasan, bahkan pembunuhan warga oleh aparat seperti yang terjadi di Jambi beberapa waktu lalu. APP juga menggusur Orang Rimba dari rumah mereka di hutan dan menyebabkan mereka tinggal di bawah pohon akasia.
Adi mengimbuhkan, karena memerangi perusakan itu, sejak beberapa bulan terakhir, organisasinya mendapat tekanan. Alasannya, Greenpeace tidak terdaftar dengan benar di negeri ini. Padahal, menurut dia, alasan itu salah.
Greenpeace Indonesia, ia melanjutkan, adalah organisasi badan hukum Indonesia yang berbentuk perkumpulan. Organisasi ini didanai sebagian besar oleh individu sebanyak 30.000 orang Indonesia.
Greenpeace juga mendukung komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelamatkan hutan Indonesia dan mengurangi emisi gas rumah kaca di sisa waktu kepemimpinannya hingga 2014. Komitmen ini kembali diulang dua minggu lalu dalam satu konferensi kehutanan internasional.
Adi mencatat Indonesia merupakan salah satu negara yang laju deforestasinya tercepat di dunia. ”Pemerintah memperkirakan lebih dari satu juta hektare hutan hancur setiap tahunnya,” terangnya.
MUHAMMAD TAUFIK