Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Aksi Pembakaran Permukiman Warga Tengger Terus Terjadi

image-gnews
Warga Tengger berdoa di atas puing-puing Musholah yang terbakar di Dusun Tetelan Desa Kandang Tepus, Lumajang, Jawa Timur. TEMPO/David Priyasidharta
Warga Tengger berdoa di atas puing-puing Musholah yang terbakar di Dusun Tetelan Desa Kandang Tepus, Lumajang, Jawa Timur. TEMPO/David Priyasidharta
Iklan

TEMPO Interaktif, Lumajang - Aksi perusakan dan pembakaran terhadap permukiman warga suku Tengger di Dusun Tetelan, Desa Kandang Tepus, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, hingga Minggu, 16 Oktober 2011, masih terus berlangsung.

Perusakan dan pembakaran yang berlangsung sejak Sabtu, 8 Oktober 2011, telah melumatkan puluhan pondok warga serta sebuah musala. Satu-satunya tempat ibadah berukuran sekitar 64 meter persegi yang terbuat dari kayu dan bambu itu rata dengan tanah dan hanya tersisa puing-puing yang berserakan.

Hari ini, Minggu, 16 Oktober 2011, puluhan orang mengobrak-abrik lalu membakar sejumlah kandang ternak kambing milik warga. Pembakaran kandang kambing bahkan sudah berlangsung sejak Sabtu, 15 Oktober 2011. Satu per satu kandang kambing ludes dilalap api.

Sebuah bangunan yang digunakan sebagai balai pertemuan juga tidak lolos dari pembakaran. Balai pertemuan yang disebut Padepokan Den Bagus itu didirikan dua tahun lalu oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Padepokan Den Bagus pimpinan Achmad Nur Huda yang biasa disapa Gus Mamak. “Aksi perusakan dan pembakaran itu sungguh biadab, tidak berperikemanusiaan,” kata Gus Mamak kepada Tempo, Minggu siang, 16 Oktober 2011.

Pada saat dilakukan pembakaran musala, para pelaku tidak mempedulikan sejumlah kitab suci Al-Quran yang juga ikut dilumat api. Sebelum melakukan pembakaran, pelaku menyita seperangkat alat pengeras suara, peralatan salat, seperti mukena dan sajadah. Bahkan satu unit genset yang dijadikan sumber energi untuk menyalakan listrik di musala juga ikut disita. Hingga saat ini, barang-barang yang disita tersebut tak diketahui keberadaannya.

Tempo dan sejumlah wartawan dari berbagai media yang meninjau tempat kejadian menjumpai warga yang tampak pasrah menyaksikan pondoknya yang telah hangus dimakan api. ”Kami di sini hanya mencari makan dengan menanam jagung, ketela pohon,” ujar Alas, salah seorang warga dengan usia di atas 60 tahun itu. Gurat kesedihan sangat tampak dari raut wajahnya yang sudah menua itu.

Warga Tengger tersebut telah turun-temurun menggantungkan hidup dengan cara berladang di hutan. Mereka hidup berpindah-pindah. Jagung dan ketela pohon mereka tanam dengan sistem tumpang sari, yakni menanamnya di sela-sela pepohonan besar di dalam hutan.

Setelah cukup lama melakukan pendekatan terhadap warga Tengger, sekitar dua tahun yang lalu, para aktivis Padepokan Den Bagus bergabung bersama warga untuk memberikan pendampingan. Mereka diajari cara bercocok tanam serta--ini yang penting--memberikan pengetahuan kepada warga untuk tidak merusak hutan. Mereka pun diberikan wawasan tentang budaya.

Secara perlahan-lahan, dari sekitar 200 kepala keluarga (KK), sudah 25 KK (sekitar 125 jiwa) yang bersedia bergabung dengan Padepokan Den Bagus. Mereka tidak lagi berladang secara berpindah-pindah, melainkan bermukim di suatu tempat. ”Mereka sebenarnya sudah paham tentang pentingnya fungsi hutan. Itu sebabnya mereka tidak lagi berladang di dalam hutan,” papar Gus Mamak.

Namun aksi perusakan dan pembakaran tersebut membuat warga merasa ditelantarkan. Apalagi sebelum dilakukan aksi perusakan dan pembakaran, warga diintimidasi oleh sejumlah orang yang mengaku suruhan pihak Perhutani. Warga pun dituduh melakukan pembalakan liar. Karena merasa takut, warga lari bersembunyi di tengah hutan. ”Tuduhan itu aneh. Justru warga Tenggerlah yang beberapa kali memergoki aksi pembalakan liar yang dilakukan oleh sekelompok orang,” ucap Gus Mamak.

Keberadaan warga Tengger di bawah pembinaan Padepokan Den Bagus telah mendapat perhatian berbagai kalangan. Mereka kerap dikunjungi sejumlah mahasiswa, di antaranya dari Sekolah Tinggi Agama Islam Jawa Timur. Demikian juga Badan Amil Zakat Kabupaten Lumajang dan Provinsi Jawa Timur untuk memberikan bantuan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gus Mamak belum bisa memastikan siapa pelaku intimidasi maupun pelaku perusakan dan pembakaran. Namun Gus Mamak, alumnus Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, itu menduga aksi perusakan dan pembakaran, yang disebut Gus Mamak sebagai upaya pengusiran terhadap warga Tengger, dilakukan jaringan pelaku pembalakan yang merasa kegiatan mereka terusik oleh keberadaan warga Tengger.

Itu sebabnya Gus Mamak telah menghubungi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Malang dan sedang mempertimbangkan untuk membuat pengaduan kepada Komnas HAM.

Hingga saat ini, aparat kepolisian pun masih melakukan penyelidikan untuk mengetahui siapa pelaku perusakan dan pembakaran. ”Belum tahu siapa pelakunya,” kata Kepala Kepolisian Sektor Senduro Ajun Komisaris Polisi Junaidi kepada Tempo, Senin siang, 16 Oktober 2011.

Kendati demikian, Junaidi menuding warga melakukan kesalahan karena menghuni lahan milik Perhutani. "Kandang kambing warga didirikan di atas lahan yang diklaim Perum Perhutani. Jadi wajar pihak Perhutani membakar kandang itu," ucap Junaidi. Namun Junaidi membantah pembakaran musala dan balai pertemuan atas inisiatif Perhutani.

Kepolisian Resor Lumajang bahkan telah menahan empat warga Tengger dengan tuduhan melakukan perambahan hutan serta pembalakan liar di petak 24 B. Empat warga tersebut, Surya, Halimah, Jumat, serta Legiman, mendekap di tahanan Mapolres Lumajang sejak Selasa, 11 Oktober 2011.

Hingga berita ini ditulis, Tempo belum berhasil mendapatkan konfirmasi dari pihak Perhutani Lumajang. Namun sebelumnya, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Hukum Agraria Kesatuan Pemangkunan Hutan (KPH) Probolinggo yang membawahi Perhutani Lumajang, Gatot, mengatakan kawasan seluas 60 hektare yang dihuni warga Tengger termasuk kawasan hutan lindung. "Aturannya sudah jelas, dilarang mendirikan permukiman di kawasan hutan lindung," katanya. Menurut Gatot, jika warga ingin menggarap lahan tersebut, harus terlebih dahulu bergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

Namun Gatot tidak bisa menjelaskan mengapa keberadaan warga Tengger itu baru dipersoalkan sekarang serta mengapa harus dilakukan dengan cara merusak dan membakar.

Aksi perusakan dan pembakaran terhadap permukiman warga Tengger tersebut telah diketahui Pemerintah Kabupaten Lumajang. Senin besok, 17 Oktober 2011, Wakil Bupati Lumajang As’at Malik akan memanggil pejabat Perhutani untuk dimintai penjelasan. Gus Mamak pun sudah mendapat pemberitahuan untuk hadir dalam pertemuan tersebut untuk mewakili warga.

DAVID PRIYASIDHARTA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

14 jam lalu

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa malam, 27 Februari 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah memutihkan lahan sawit ilegal di kawasan hutan.


365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

16 jam lalu

Sawit 2
365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

Ratusan perusahaan pemilik lahan sawit ilegal di kawasan hutan mengajukan pemutihan.


Pemutihan Lahan Sawit Ilegal Dipercepat, Target Rampung 30 September 2024

18 jam lalu

Shutterstock.
Pemutihan Lahan Sawit Ilegal Dipercepat, Target Rampung 30 September 2024

Pemerintah mempercepat program pemutihan lahan sawit ilegal di kawasan hutan. Ditargetkan selesai 30 September 2024.


Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

21 jam lalu

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan seringkali tidak mendapatkan hak akses yang cukup untuk memanfaatkan sumber daya di dalamnya.


Tingkat Deforestasi Tinggi, Kawasan Hutan IKN Baru 16 Persen dari Target 65 Persen

3 hari lalu

Massa buruh membawa poster saat menggelar aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 14 Maret 2023. Para buruh juga menuntut pemerintah untuk menghentikan obral tanah dan hutan untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). TEMPO/M Taufan Rengganis
Tingkat Deforestasi Tinggi, Kawasan Hutan IKN Baru 16 Persen dari Target 65 Persen

Kondisi hutan di IKN yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung masih jauh dari kondisi ideal.


Hari Hutan Internasional: Laju Deforestasi Hutan Tiap Tahun Mengkhawatirkan

7 hari lalu

Penggundulan hutan di India. [www.nature.com]
Hari Hutan Internasional: Laju Deforestasi Hutan Tiap Tahun Mengkhawatirkan

Hari Hutan Internasional diperingati setiap 21 Maret. Sejarahnya dimulai 2012 yang diprakarsai oleh PBB untuk membantu dan mendukung konservasi hutan


Agar Dilirik Wisatawan, Taman Hutan Raya Bunder Gunungkidul Diusulkan Digarap Sistem Blok

7 hari lalu

Taman Hutan Raya Bunder di Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. (Dok.istimewa)
Agar Dilirik Wisatawan, Taman Hutan Raya Bunder Gunungkidul Diusulkan Digarap Sistem Blok

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyiapkan pengelolaan Taman Hutan Raya Bunder di Kabupaten Gunungkidul dengan sistem blok.


OIKN Klaim 65 Persen Kawasan IKN akan Menjadi Hutan Tropis

10 hari lalu

Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), Bambang Susantono saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 18 Maret 2024. Rapat tersebut beragendakan perkenalan Kepala Otorita IKN beserta jajarannya dan pemaparan progres pembangunan IKN. TEMPO/M Taufan Rengganis
OIKN Klaim 65 Persen Kawasan IKN akan Menjadi Hutan Tropis

Kepala Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono mengatakan 65 persen kawasan IKN akan bisa dijadikan hutan tropis kembali.


Jangan Kabur, Ini 6 Tips Menyelamatkan Diri saat Bertemu Harimau

10 hari lalu

Seekor Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) mengamuk dan mengalami gigi taring patah karena mengigit kandang besi saat masuk perangkap di Nagari Binjai, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, Minggu, 4 Februari 2024. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat mengevakuasi seekor Harimau Sumatera berjenis kelamin betina, setelah masuk ke kandang jebak yang dipasang karena sebulan terakhir mendapatkan laporan hewan dilindungi itu memakan ternak warga. ANTARA/Iggoy el Fitra
Jangan Kabur, Ini 6 Tips Menyelamatkan Diri saat Bertemu Harimau

Saat sedang pergi ke hutan atau gunung dan bertemu harimau, sebaiknya jangan panik. Berikut beberapa tips menyelamatkan diri saat bertemu harimau.


Kebakaran Hutan Kerap Terjadi di Sumatera dan Kalimantan, Ini Cara Antisipasi Karhutla

25 hari lalu

Petugas berupaya memadamkan kebakaran hutan dan lahan di wilayah Bintan Timur, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Sabtu 15 Januari 2022. ANTARA/HO-UPT Damkar Bintan Timur
Kebakaran Hutan Kerap Terjadi di Sumatera dan Kalimantan, Ini Cara Antisipasi Karhutla

Kebakaran hutan kerap terjadi di beberapa daerah di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Bagaimana cara mengantisipasinya?