TEMPO Interaktif, Jakarta - Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menilai kinerja Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 di tahun kedua mereka bertugas, jauh dari kata memuaskan. Susunan keanggotaan BK yang seluruhnya diisi anggota Dewan, dipandang Formappi sebagai unsur yang membuat BK tak bertaji.
“Badan Kehormatan pada tahun kedua ini semakin tidak berdaya. Kami menyorotinya dari konflik internal yang tak berkesudahan, dan banyaknya dugaan pelanggaran kode etik anggota Dewan yang tidak ditegasi,” kata pengamat parlemen dari Formappi, Sebastian Salang, dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta, Minggu, 9 Oktober 2011.
Karena itu Formappi mengusulkan perombakan komposisi keanggotaan BK, dengan cara memasukkan unsur non-parlemen ke dalamnya. Cara itu dipandang Formappi berpotensi menyelesaikan mandulnya kinerja BK setahun terakhir. “Perombakan di BK juga akan membuat badan itu lebih independen dan berani bersikap,” ujar Sebastian.
Usul perombakan formasi BK juga diajukan ke Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu, oleh advokat Firman Wijaya dan tujuh orang rekannya. Mereka mengajukan uji materi (judicial review) ke MK terhadap Pasal 124 ayat 1 Undang-Undang No.27 tahun 2009 mengenai BK DPR, BK Dewan Perwakilan Daerah, dan DPRD.
Uji materi diajukan atas dasar keprihatinan melihat BK yang selama ini tak punya daya dalam menjatuhkan sanksi ke kolega mereka sendiri. Tidak berjalannya fungsi pengawasan BK terlihat dalam kasus dugaan anggota DPR 2004-2009 bermain judi di Hard Rock Casino London, kasus Studi Banding BK ke Yunani tahun ini, maupun kasus suap Muhammad Nazaruddin yang merembet ke sejumlah anggota DPR lainnya.
Sebelumnya, dari hasil pengamatan Formappi selama setahun terakhir, kinerja BK dinilai merosot. Salah satu penurunan kinerja BK terlihat dari sikap tebang pilih mereka dalam penyelesaian dugaan pelanggaran kode etik anggota Dewan.
Sebastian mencontohkan bagaimana pengaduan Ketua DPR Marzuki Ali soal adanya 21 transaksi mencurigakan anggota Dewan yang langsung ditindaklanjuti BK dengan penelusuran. Sementara pengaduan masyarakat terhadap perilaku tidak terpuji Marzuki yang kerap memberikan pernyataan kontroversial, diabaikan BK. “Sikap BK ini terang menunjukkan ada tebang pilih."
BK juga dianggap lemah dalam memberi sanksi kepada anggota Dewan yang tersangkut kasus hukum. Formappi mencatat, ada enam legislator yang masih menerima gaji sebagai wakil rakyat, meski mereka ada yang berstatus terpidana maupun sudah mengundurkan diri. Keenamnya adalah Misbakhun, Arifinto, Panda Nababan, Dudhie Makmun Murod, dan Arsyad Sam.
Sayangnya, kata Sebastian, tidak ada sanksi yang dijatuhkan kepada BK jika mereka tidak sanggup menindak kolega mereka sendiri. “Kami menilai di sinilah perlu dibentuk komite etik independen yang bisa memberi sanksi jika BK tidak efektif melaksanakan fungsinya,” ujarnya.
ISMA SAVITRI