TEMPO Interaktif, Jakarta - Polisi menangkap dua pasangan suami-istri di sebuah rumah kontrakan di Bintara, Bekasi Barat, terkait dengan perburuan buron kasus bom Cirebon dan Solo. Keempatnya dicokok dalam sebuah operasi penyerbuan sekitar 30 anggota Detasemen Khusus Antiteror kemarin, pukul 05.30 WIB.
"Keempatnya kini sedang kami periksa apakah berkaitan dengan teroris," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, kemarin.
Keempat penghuni rumah kontrakan seluas 27 meter persegi di Perumahan Pondok Cipta, Bintara, itu adalah Yahya, 45 tahun, dan istrinya, Tia, 35 tahun, serta pria berinisial B dan istrinya. Mereka ditangkap setelah polisi membekuk Heru Komarudin, buron bom Cirebon, di Pasar Senen, Jakarta, kemarin pada pukul 01.00. Heru adalah buron ketiga yang ditangkap dari lima buron yang selama ini dicari polisi.
"Heru selalu berhubungan dengan B," ujar Anton. Dari hasil interogasi Heru, polisi mengetahui keberadaan B di Bintara. "B bersama istrinya berada di kediaman Y," ucap dia. Akhirnya B beserta istrinya dan Y beserta istrinya pun digelandang ke kantor polisi.
Herdono Ruslan, 50 tahun, Ketua RT 08 Perumahan Pondok Cipta, menceritakan pasukan penyerbu rumah kontrakan itu mengenakan senjata lengkap serta mengendarai enam mobil dan sejumlah sepeda motor. "Mereka langsung mendobrak pintu depan rumah Yahya," ujar dia.
Suasana kompleks, kata Herdono, sangat gaduh. Para tetangga terduga teroris berhamburan ke luar rumah. Namun, oleh pasukan antiteror, warga yang ketakutan dan sekaligus penasaran itu tak diperbolehkan keluar dari pagar. "Boleh menonton hanya dari dalam pagar," ujar Herdono, menceritakan suasana penggerebekan itu.
Tak berselang lama setelah sejumlah anggota pasukan masuk, Yahya bersama istrinya dan B bersama istri digiring keluar dan diangkut dengan mobil. Pasukan antiteror juga membawa dua kardus yang diduga barang bukti dan sejumlah komputer.
Mimi, seorang pemilik warung tak jauh dari rumah kontrakan tersebut, menceritakan rumah itu telah diintai polisi sejak sepekan lalu. Hampir setiap hari, kata dia, beberapa pria yang dia yakini sebagai intel berpura-pura mencari tanah untuk dibangun tower. "Sering ada yang datang, mengakunya cari tanah," ujar Mimi.
Pemilik rumah kontrakan, Suyatno, 50 tahun, mengaku tak tahu soal terduga teroris. Rumahnya disewakan pada 9 Oktober tahun lalu karena dia pindah bekerja ke Cilegon, Banten. Kesepakatan sewa rumah pun hanya dilakukan lewat telepon. Rumah itu disewa Rp 7 juta per tahun.
Herdono mengungkapkan, Yahya berprofesi sebagai mekanik komputer. Setiap hari Yahya menerima order servis komputer yang dikerjakan di rumah kontrakannya. "Kalau keluar ambil komputer, terus dibawa pulang untuk dibetulkan," katanya.
Menurut Herdono, Yahya hingga kini belum menyerahkan identitas lengkap keluarga. "Waktu pertama kali melapor dia berjanji mau memberikan data keluarga tapi tak pernah jadi," ucapnya. "Asalnya pun saya tidak tahu."
Di lingkungan perumahan, Yahya dan Tia jarang bergaul dan tak pernah mengikuti pertemuan warga. Pada malam hari mereka banyak menerima tamu yang datang hingga larut malam. "Pukul 12 malam baru pulang," kata Herdono.
FEBRIYAN | HAMLUDDIN