TEMPO Interaktif, Jakarta - Nama Heru Komarudin disebut polisi terlibat peristiwa bom bunuh diri di Markas Kepolisian Resor Kota Cirebon. Keterkaitan Heru dengan peristiwa yang dilakukan oleh M. Syarif adalah saat Beni Asri dan Heru bersama-sama mengetahui bom rakitan yang dititipkan Musola, tersangka lain yang juga telah diamankan polisi. Polisi menuding keduanya mengetahui Musola menitipkan bom itu kepada Beni.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam mengatakan sepekan setelah peristiwa bom Cirebon 15 April 2011, Musola menitipkan sebuah bom rakitan dalam tas cokelat itu. "Bom itu digantung di dinding kios Beni di Cirebon," kata Anton.
Baca Juga:
Detasemen Khusus 88 Anti Teror kembali menangkap Heru, satu dari lima buronan bom Cirebon, dini hari tadi. "Tadi malam pada pukul 01.00 kami berhasil menangkap DPO yang bernama Heru Komarudin di daerah Pasar Senen," kata Anton kepada wartawan di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Sabtu, 8 Oktober 2011.
Heru Komarudin, menurut Anton, adalah anggota Jamaah Ansharut Tauhid pimpinan Abu Bakar Ba'asyir. Ia mengatakan Heru terkait dengan Beni Asri, salah satu tersangka bom Cirebon yang telah ditangkap 30 September 2011 di Solok, Sumatera Barat. Menurutnya, Beni dan Heru berkenalan saat Beni menjadi anggota JAT pada 2008 lalu. Mereka diduga bertemu pada pengajian rutin di Masjid Zaitun Cirebon.
Tiga hari kemudian, kata Anton, Musola kembali menemui Beni membawa sebuah tas ransel berwarna biru tua yang juga berisi bom. "Bom itu dimasukkan dalam tas berwarna cokelat yang sudah tergantung di kios Beni," ujarnya.
Sepekan kemudian, Anton melanjutkan, Musola mengirim pesan pendek kepada Beni. Isinya meminta tas cokelat itu dibuang saja bersama isinya. "Dibalas Beni 'Yoi'," tutur mantan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur ini. Namun perintah Musola ini tak digubris oleh Beni. Beni malah mengambil tas itu dan melihat isi ranselnya. "Isi tas ransel itu adalah satu rangkaian bom yang berbentuk rangkaian pipa berwarna putih silver," ujarnya.
Bom bunuh diri terjadi dua kali pada tahun ini. Setelah aksi yang diduga dilakukan M. Syarif, tindakan teror serupa terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Kepunton, Solo, Jawa Tengah, 25 September 2011. Polisi sempat mengaitkan kasus ini dengan Abu Bakar Ba'asyir, walaupun Ba'asyir membantahnya.
Di sisi lain, berbagai pihak menganggap aksi di Solo sebagai keteledoran intelijen. Pada saat bersamaan dengan peristiwa ini, DPR tengah menggodok Undang-Undang Intelijen Negara. Di dalamnya berisi kewenangan menginterogasi yang rawan dipakai untuk alasan penangkapan. Pasal ini menjadi ketentuan yang masih menjadi kontroversial.
FEBRIYAN