TEMPO Interaktif, Jakarta - Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashiddiqie mengaku sangat miris terhadap proses hukum yang dijalani Antasari Azhar. Dia menyebutkan bekas ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu hanyalah korban peradilan sesat. "Kalau saya hakimnya tentu Antasari akan saya bebaskan," ujar Jimly saat peluncuran buku testimoni Antasari Azhar di Universitas Al Azhar, Kamis, 15 September 2011.
Menurut Jimly, proses persidangan yang dilalui Antasari sudah tidak sejalan dengan rasa keadilan yang ada. Juga karena ketidakjelasan sistem hukum yang berlaku. Hal itu karena adanya beberapa alat bukti yang tidak digunakan dalam persidangan. "Ini menandakan carut marutnya sistem penegakan hukum di negara ini."
Meski begitu terhadap kasus Antasari ini, dia meminta tidak perlu saling tuduh siapa yang salah. Tidak perlu menyalahkan polisi, jaksa, atau hakim. Sekarang ini pikiran di balik kasus Antasari ini sudah terpola untuk tidak membebaskan Antasari. "Buktinya rekomendasi Komisi Yudisial ditolak oleh Mahkamah Agung dalam kasus Antasari ini," ujarnya.
Antasari divonis 18 tahun penjara karena terbukti membunuh Direktur Utama Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Mantan orang nomor satu di KPK itu dinyatakan sebagai aktor intelektual pembunuhan Nasrudin.
Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu pun sudah dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung. Karena adanya temuan bukti baru, Antasari mengajukan berkas PK per tanggal 14 Agustus lalu. Namun pada 13 September lalu, Jaksa menolak pengajuan PK Antasari karena dinilai tidak menghadirkan bukti-bukti baru.
Kasus Antasari ini, kata Jimly harus dijadikan pelajaran dalam penanganan kasus-kasus lain di Indonesia. Selain kasus ini, kata Jimly, masih banyak kasus kasus aneh lain yang terjadi. "Ini jelas menandakan carut marutnya sistem penegakan hukum di negara ini."
Penegakan hukum di Indonesia, kata guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia ini, masih perlu mengalami modernisasi. Adanya penegakan aturan hukum harus dimulai dari rasa menghormati antar sesama lembaga hukum.
Penolakan rekomendasi KY oleh MA atas proses persidangan Antasari menurut Jimly merupakan bentuk hilangnya kewibawaan lembaga hukum. Sistem penegakan hukum kata Jimly, harus dimodernisasi dengan segala ide yang relevan di negara ini.
Untuk memperbaiki sistem hukum di Indonesia Jimly merekomendasikan tiga hal. Pertama, norma hukum materill harus punya ide membebaskan rakyat dari struktur ketidakadilan. Kedua memperbarui Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata. Menurut Jimly, hukum yang digunakan sekarang sudah ketinggalan zaman. Misalnya belum terakonomodirnya alat bukti elektronik sebagai bukti. "Zaman sudah berubah, cara kerja juga harus menjadi lebih efisien."
Ketiga melakukan modernisasi tata kelola. Semua lembaga hukum yang ada saat ini kata Jimly sudah kampungan. Misalnya ada pengadilan yang hakimnya banyak tetapi perkaranya sedikit. "Hal ini terjadi karena tidak adanya database yang bagus."
Karenanya, dia meminta penegakan hukum harus segera dirubah menjadi lebih profesional, proporsional. Peradilan dan penegakan hukum tidak boleh dikendalikan oleh kepentingan politik, pemilik modal dan oleh masyarakat. "Penegakan hukum harus punya mekanisme sendiri."
IRA GUSLINA