TEMPO Interaktif, Jakarta - Nota kesepahaman (MoU) pengiriman tenaga kerja dengan Arab Saudi hingga saat ini belum bisa disepakati. Pemerintah masih menunggu respons pemerintah Arab Saudi. "Tunggu kesiapan mereka, kita minta counter-draft kesepakatan dari mereka atas poin kesepakatan yang kita ajukan," kata Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman kepada Tempo hari ini, Rabu, 14 September 2011.
Poin yang diajukan Indonesia kepada Arab Saudi lebih ditekankan pada aspek perlindungan tenaga kerja. Salah satunya adalah kriteria penempatan yang sudah sesuai dengan standar internasional.
"Misalnya standar upah minimum, paspor yang dipegang oleh TKI, juga gaji yang harus ditransfer ke rekening TKI langsung," kata Reyna.
Mengenai standar upah minimum, akan disesuaikan dengan kondisi pasar dan fluktuasi yang terjadi. Namun Reyna enggan mengungkapkan struktur biaya yang diajukan Indonesia. "Pemerintah akan memperjuangkan standar upah yang tidak berbeda jauh dengan negara pengirim lainnya. Kita pengirim terbesar. Oleh sebab itu, bargaining power kita tinggi dan dengan itu kita upayakan diplomasi," ujarnya.
Target penyelesaian MoU yang dimulai sejak bulan Mei lalu juga belum diketahui. Padahal sebelumnya MoU ditargetkan ditandatangani September ini. Alasannya, masih menunggu kesiapan negara penerima dan jalannya negosiasi. "Kita tidak bisa target cepat karena harus menyesuaikan dengan negara sana, tapi diharapkan di tahun ini bisa selesai," tandasnya. Nota kesepahaman itu juga untuk mencairkan kembali moratorium yang dimulai 1 Agustus lalu.
Saat ini, jumlah TKI di Arab Saudi diperkirakan mencapai 1,5 juta orang. Sekitar 90 persen adalah TKI informal sektor penata laksana rumah tangga atau sopir pribadi yang bekerja pada pengguna (majikan) perorangan.
RIRIN AGUSTIA