TEMPO Interaktif, Jakarta - Sebanyak 17 anggota Dewan Kabupaten Seluma, Bengkulu, mengajukan protes karena perlakuan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyidik dituding melakukan tindakan intimidasi, menekan, mengancam, mengeluarkan kata-kata kotor, dan melakukan sumpah yang tidak patut karena 17 orang itu tidak mengakui menerima suap.
Sebaliknya 10 orang anggota Dewan lain yang mengaku menerima suap diubah statusnya dari saksi menjadi pelapor. Selain itu, yang terakhir ini mendapat perlakuan yang baik dan dijamin seluruh pembiayaan seperti transportasi, akomodasi, dan diberi upaya perlindungan saksi.
Kuasa hukum 17 anggota Dewan, Muspani, mengatakan ia sudah enam kali mengajukan surat protes kepada KPK, tapi tidak mendapat respons. Permintaan klarifikasi juga diajukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi Nasional Perlindungan Perempuan. "KPK seharusnya tidak menggunakan standar ganda dalam pemeriksaan," kata Muspani ketika dihubungi pada Selasa 13 September 2011.
Protes yang dilayangkan Muspani untuk kliennya berawal dari kasus dugaan korupsi Bupati Seluma, Bundara Jaya. Bundara dituding memberikan cek perjalanan kepada 30 anggota DPRD Seluma, masing-masing Rp 100 juta. Cek itu diberikan untuk memuluskan penyusunan peraturan daerah Nomor 12 Tahun 2010 tentang Peningkatan Dana Anggaran Pembangunan Infrastruktur Peningkatan Jalan dengan Konstruksi Hotmix dan Jembatan.
Kasus ini kini ditangani oleh KPK. Bundara memberikan cek itu bersama Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Provinsi Bengkulu Murman Effendi yang kini ditetapkan sebagai tersangka. Muspani mengancam akan melaporkan penyidik KPK ke Mabes Polri, jika surat protes mereka tidak juga direspons.
KARTIKA CANDRA