TEMPO Interaktif, Jakarta - Indonesia Corruption Watch mengusulkan Badan Anggaran DPR sebaiknya dihapus dan diganti dengan panitia anggaran seperti periode 2004-2009. Ini dilakukan untuk memperkuat fungsi sinkronisasi anggaran dan mekanisme pengelolaan anggaran di DPR. Selain itu, juga salah satu cara membongkar praktek mafia anggaran.
"Kembalikan saja ke bentuk panitia anggaran yang anggotanya setiap tahun diganti," kata Koordinator Divisi Monitoring dan Analisa Anggaran ICW Firdaus Ilyas di Jakarta, Kamis, 8 September 2011.
ICW menandai praktik-praktik korupsi yang terjadi berpusat di Badan Anggaran. Aktor utamanya politisi anggota DPR dan badan anggaran. Selain birokrat dan pengusaha yang biasa melakukan kerjasama dengan pemerintah dan memiliki kedekatan dengan anggota DPR.
Badan anggaran dinilai sangat mudah memainkan rencana anggaran supaya bisa mudah dikorupsi. Pasalnya, menurut Firdaus, mekanisme penganggaran saat ini tertutup dan tidak akuntabel. Waktu pembahasan anggaran juga pendek, antara Mei sampai Juli. Celah lain adalah pembahasan APBN-Perubahan yang relatif tidak dikontrol.
Badan anggaran juga menciptakan ruang-ruang baru untuk menyusn anggaran di luar ketentuan mekanisme formal. "Wewenang badan anggaran terlalu kuat dan mereka sering melewati prosedur resmi penyusunan anggaran," kata Firdaus.
ICW juga menengarai badan anggaran dijadikan alat partai untuk mengeruk uang. "Korupsi yang dilakukan anggota badan anggaran bukan dipicu oleh kehendak pribadi," kata peneliti ICW Apung Widadi. Jika ditelusuri, biasanya anggota DPR yang ditempatkan di badan anggaran memiliki jabatan bendahara umum di partai.
Ini menunjukkan adanya korelasi antara kepentingan partai dengan badan anggaran. Setelah bendahara umum, posisi berikutnya yang kerap dipasang di badan anggaran adalah wakil bendahara umum atau bendahara fraksi. Bisa jadi partai sama sekali tidak menempatkan struktur bendahara, tetapi orang yang memiliki keahlian merekayasa anggaran.
Salah satunya Partai Keadilan Sejahtera yang di badan anggaran diwakili oleh ketua departemen investasi partai itu. "Karena itu badan anggaran perlu dievaluasi," kata Apung.
Meski begitu praktek mafia anggaran tidak dimulai di badan anggaran. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ade Irawan mengatakan upaya melakukan korupsi dimulai jauh sebelum proyek dilakukan. Bahkan politisi bisa mendorong atau menciptakan program-program yang bisa dikorupsi. Atau mendorong diadakannya tambahan anggaran supaya bisa mendapatkan proyek dari situ.
Proses ini sudah dimulai sejak penyusunan anggaran di kementerian. "Saat itu sudah dimulai negosiasi untuk mendapatkan proyek," kata Ade. Proses berikutnya terjadi di DPR. Pengusaha dan birokrat terkait melakukan negosiasi dengan politisi di DPR tentang proyek mana yang bisa diakses oleh politisi dan pengusaha.
Fase berikutnya baru terjadi di badan anggaran untuk menetapkan apakah program-program yang direncanakan akan disetujui atau tidak. Politisi di badan anggaran paling banyak mendapatkan celah korupsi di APBN-Perubahan dan pos anggaran lain-lain yang belum ditetapkan penggunaannya.
KARTIKA CANDRA