TEMPO Interaktif, Jakarta - Jaksa Agung Basrief Arief enggan mengomentari permohonan Peninjauan Kembali (PK) kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen yang diajukan terpidana Antasari Azhar.
Kemarin, dalam sidang pembacaan memori PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Antasari membeberkan sejumlah kejanggalan selama proses persidangan yang membuatnya divonis hukuman 18 tahun penjara.
Menurut Basrief, pihaknya tidak akan mengomentari proses hukum yang sedang berjalan. "Jangan sampai jadi bias, biarkanlah proses hukum berjalan seperti apa adanya," ujarnya di Gedung Kejaksaan Agung, Rabu 7 September 2011.
Basrief juga tidak mau mengungkap langkah apa yang akan diambil kejaksaan terkait kasus yang menjerat mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu. "Kami tunggu nanti hasil dari persidangan PK Antasari itu," kata dia.
Dalam pembacaan memori Peninjauan Kembali di PN Jakarta Selatan kemarin, mantan Ketua KPK itu mengaku mengantongi 28 kekhilafan hakim dalam putusan di pengadilan tingkat pertama maupun banding. Menurut Antasari, kekeliruan pertama yang dilakukan hakim adalah tidak mempertimbangkan luka tembak yang masuk dari pelipis kanan Nasrudin.
"Kekeliruan lain, hakim telah membuat putusan fakta hukum yang nyata-nyata melanggar azas legalitas," kata Antasari.
Hakim, menurut Antasari, juga tidak menjelaskan pertimbangan keterangan saksi yang menyebutkan ada kesengajaan dari Antasari untuk turut serta menganjurkan pembunuhan berencana. Padahal, kata dia, kualifikasi "turut serta menganjurkan pembunuhan berencana" tidak dikenal dalam penyertaan yang disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Putusan itu kemudian malah dikuatkan oleh Mahkamah Agung melalui putusan bernomor 1429k/Pid/2010 tanggal 21 September 2010.
Mantan jaksa itu juga menuding hakim khilaf dalam menerapkan hukum pembuktian. Kemudian, hakim dalam pertimbangannya memuat pertentangan antara putusan satu dengan putusan lain, yakni antara putusan Antasari dengan Sigid Haryo Wibisono, Williardi Wizar, dan Eduardus Noe Ndopo Mbete, serta Hendrikus Kiawalen mengenai unsur menganjurkan pembunuhan.
Menurut Antasari, hakim juga tidak mempertimbangkan soal barang bukti peluru di kepala korban seperti diterangkan ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo, dr. Mun'im Idris. Dia juga mengungkapkan hakim tidak memeriksa barang bukti baju korban Nasrudin dalam menentukan jarak tembak, serta hasil penyelidikan mobil korban. Ditambah lagi, fakta-fakta yang terungkap di persidangan tidak dipertimbangkan.
IRA GUSLINA | RINA WIDIASTUTI