TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemimpin oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim mengaku kerap dituding sebagai antek Indonesia karena mengkritik kebijakan negaranya soal tenaga kerja Indonesia (TKI). "Menurut saya itu penting, mereka (buruh migran) jangan diapa-apakan," kata Anwar Ibrahim dalam diskusi di Indonesia Jentera School of Law, Jakarta, Sabtu, 30 Juli 2011.
Ia berpendapat buruh migran di Malaysia, baik dari Indonesia, Bangladesh, Burma, atau negara manapun, berhak diperlakukan baik dan adil. Karena mereka adalah pekerja, bukan budak. "Kalau mereka salah, pulangkan dengan baik, jangan kirim pulang seperti hewan," kata Anwar.
Namun, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia itu bisa memaklumi munculnya banyak tuduhan padanya. Pasalnya, media massa di Malaysia dikuasai pemerintah. Akibatnya, sejumlah label miring dilekatkan pada Anwar. Mulai dari penganut sekularisme, Kristen, Yahudi, sampai pengkhianat bangsa.
Soal seringnya Anwar Ibrahim melawat ke negara-negara lain atau mengeluarkan pernyataan soal demokrasi dan hukum yang adil, juga sering disorot. "Media menuduh saya melakukannya untuk meraih simpati, aaya bilang urusan hukum dan keadilan itu universal," kata Anwar.
Ia mendesak reformasi hukum di Malaysia. Menurutnya, semua Undang-undang yang menafikan hak rakyat untuk diperlakukan adil di hadapan hukum harus dibatalkan. Dia mencontohkan, peraturan yang melarang orang yang ditangkap polisi untuk didampingi pengacara, juga aturan yang melarang mahasiswa ikut dalam kegiatan politik.
Adapun hakim-hakim, katanya, haruslah punya wibawa dan berani mengadili para pejabat tinggi negara. "Tidak seperti sekarang, para pembesar selalu lolos dari jerat hukum," kata Anwar.
BUNGA MANGGIASIH