TEMPO Interaktif, Jakarta - Sejumlah partai politik menengah di Dewan Perwakilan Rakyat menilai jumlah daerah pemilihan (dapil) menjadi faktor yang menentukan bagi eksistensi mereka. Karenanya, penetapan jumlah dapil di angka 77 dalam Rancangan Revisi UU Pemilu menjadi hal krusial. Partai menengah menolak penambahan jumlah dapil dengan berbagai alasan.
"Kami inginnya tetap, tidak ada penambahan. Karena angka yang dibuat sekarang ini sudah ideal, dan itu kan sudah bertambah daripada pemilu sebelumnya," kata Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy ketika dihubungi wartawan, Rabu 27 Juli 2011. "Jadi jangan setiap pemilu itu nambah terus."
Penambahan jumlah dapil diusulkan oleh Fraksi Partai Golkar, yang menyatakan jumlah dapil yang ada sekarang perlu ditambah menjadi 100 agar semakin mendekatkan calon-calon legislatif kepada masa pemilih mereka. "Idealnya memang dapil ditambah agar area pemilihannya menciut, mengecilkan jumlah kursi di dapil yang bersangkutan," ujar Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso di gedung DPR.
Dengan menambah jumlah dapil dari 77 menjadi 100, Priyo mengatakan, jumlah kursi untuk tiap dapil akan berkisar di angka 3-7 kursi, jauh lebih kecil daripada saat ini yang bisa mencapai 10 kursi per dapil. "Jadi sisa suara akan habis di daerah pemilihan tersebut," ujarnya.
Priyo yakin penambahan jumlah dapil tak akan mengorbankan partai lain, khususnya partai kecil dan menengah. Penambahan jumlah dapil juga tidak akan memecah perolehan suara partai tertentu yang memiliki basis massa di daerah pedesaan maupun perkotaan. "Pemilu itu kan konteksnya nusantara, jadi tidak memandang pemilih di perkotaan atau pedesaan," kata dia.
Baca Juga:
Romahurmuziy menilai usulan penambahan jumlah dapil sangat tendensius dan hanya mengutamakan kepentingan Golkar. Ia mengatakan, Golkar melontarkan usulan tersebut karena perolehan kursi partai berlambang beringin itu sering berada di urutan 2 sampai 4 di setiap dapil, sedangkan partai menengah selalu di urutan 2 sampai 3 dari bawah. "Jika jumlah kursi per dapil dikurangi, otomatis perolehan kursi partai menengah langsung terpotong," ujar pria yang akrab disapa Romy ini.
Menurut Romy, sistem pemilu dengan jumlah dapil yang ada sekarang sudah ideal. Penambahan jumlah dapil tidak akan berpengaruh terhadap perolehan suara suatu partai, karena dengan area pemilihan yang menyempit tidak serta merta mendekatkan calon legislatif ke konstituen mereka. "Papua kalau mau dipecah, misalnya, apakah kemudian akan mendekatkan? Lalu Yogyakarta yang sekarang ada 8 kursi, tapi jarak paling jauh antar ibukota kabupaten cuma 30 kilometer," kata dia mencontohkan.
Ia mengatakan, faktor yang lebih penting daripada pengecilan area pemilihan adalah intensitas komunikasi antara calon legislatif dengan konstituen mereka. "Jadi bukan konstituen yang mendekatkan diri ke kantor perwakilan di dapil, sehingga rezimnya aktif, dipandang dari kacamata anggota dewan (yang proaktif mendekati)," ujar Sekretaris Jenderal PPP ini.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera juga menolak usulan tersebut. Menurut Sekretaris Fraksi PKS Abdul Hakim, berpatok dari angka ambang batas parlemen (Parliamentary Threshold) sebesar 3 persen saja, tiap partai harus memenangkan 6-9 dapil untuk bisa mengirimkan wakilnya ke DPR. "Kalau jumlah dapil dinaikkan dan area pemilihan diciutkan, otomatis yang akan bermain hanya partai-partai besar," ujar dia melalui sambungan telepon. "PKS tetap meminta tidak ada penambahan dapil."
Abdul mengatakan, kalaupun angka ambang batas dan jumlah dapil akan ditambah, PKS menginginkan hal itu dilakukan secara bertahap. "Satu saat memang harus tercapai keseimbangan politik di pemerintahan. Kalaupun ada kenaikkan jangan secara signifikan dan instan," ujarnya.
PKS akan mulai menggalang dukungan dari partai-partai menengah lain yang berada di dalam Sekretariat Gabungan Koalisi untuk menolak usulan penambahan jumlah dapil dari Golkar. "Karena mayoritas penghuni Setgab adalah partai-partai menengah, perubahan bergradual tadi yang akan kita tawarkan sebagai strategi lobi," ujar Abdul. "Paling utama memang bagaimana mengubah cara pandangan Demokrat dan Golkar soal PT dan jumlah dapil ini."
MAHARDIKA SATRIA HADI