TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menganggap pencantuman hukuman mati di dalam revisi Undang-undang Tindak Pidana Korupsi akan mencederai perjuangan para tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang selama ini terancam hukuman mati. "Karena Pemerintah Indonesia sedang berjuang menolak hukuman mati bagi para TKI di luar negeri," kata Koordinator Kontras, Usman Hamid, Rabu, 20 Juli 2011.
Usman mengatakan, pemerintah luar negeri akan melihat Pemerintah Indonesia tidak konsisten memperjuangkan penghapusan hukuman mati karena pemerintah sendiri berusaha mencantumkan klausul hukuman mati di dalam revisi UU Tipikor.
Kementerian Luar Negeri sebelumnya menyampaikan sebanyak 303 warga Indonesia di luar negeri terancam hukuman mati sejak 1999 lalu. Beberapa waktu lalu di DPR Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan sebanyak tiga orang dari total 303 WNI itu telah dieksekusi mati. Ada lagi 55 WNI dibebaskan maupun mendapat keringanan hukuman. "Yang masih dalam proses pengadilan 216 orang atau 71,3 persen," kata Marty.
Kasus terakhir, TKI bernama Ruyati telah dihukum pancung di Arab Saudi karena dinyatakan membunuh majikannya. Kasus Ruyati baru diketahui setelah eksekusi dilaksanakan.
Usman justru berharap pemerintah memberlakukan tindakan tegas terhadap semua pelaku koruptor dengan memberi hukuman yang seberat-beratnya, misalnya dengan hukuman seumur hidup tanpa perlu lagi ada pencantuman klausul hukuman mati. "Yang harus diperbaiki adalah ketegasan para penegak hukum, baik polisi, jaksa, maupun hakim," kata Usman.
Rencana pencantuman klausul hukuman mati bagi koruptor ini disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar. Menurut dia, hukuman mati tetap diberlakukan. "Tapi, tidak semua dihukum mati. Masak orang korupsi sedikit dihukum mati," kata Patrialis kemarin.
Patrialis mengatakan, revisi UU Tipikor saat ini sedang dikaji kementeriannya dan akan segera diserahkan ke Sekretariat Negara untuk dibahas di kabinet. "Bulan ini selesai," kata Patrialis.
RUSMAN PARAQBUEQ