TEMPO Interaktif, Jakarta - Prita Mulyasari hari ini mengadukan nasibnya ke Komisi Hukum DPR. Perempuan yang diputus bersalah oleh Mahkamah Agung dalam kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni ini menyambangi DPR dengan ditemani kuasa hukumnya, Slamet Yuwono. "Saya hanya sebagai rakyat biasa. Saya akan menjelaskan proses hukum yang sampai saat ini belum ada kepastian dan tak ada ketidakadilan," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR, Selasa, 12 Juli 2011.
Mahkamah Agung menerima kasasi yang diajukan jaksa atas keputusan Pengadilan Negeri Tangerang yang membebaskannya. Prita harus berurusan dengan hukum lantaran ia berkeluh-kesah mengenai pelayanan RS Omni International dengan temannya via surat elektronik.
Pada 2009, jaksa pun mendakwa Prita dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 310 dan 311 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik. Pengadilan Negeri Tangerang sendiri sebelumnya menyatakan Prita tak bersalah dalam kasus ini. Namun, dalam proses kasasi, MA menghukum Prita dengan 6 bulan penjara dan satu tahun masa percobaan. Anehnya, dalam gugatan perdata, MA memenangkan Prita.
Ia mengaku bingung dengan keputusan MA ini. Kebingungan Prita lantaran ia dan kuasa hukumnya mengaku tak pernah diberitahukan dan menghadiri rapat di MA. "Saya bingung dengan sistem peradukan di Indonesia," ujarnya. "Pada saat MA menggelar sidang tertutup, saya tak hadir, kuasa hukum tak hadir, masyarakat juga tak tahu prosesnya seperti apa, kok tiba-tiba saya dinyatakan bersalah."
Prita menilai hukuman di tingkat kasasi itu merupakan pukulan terberat bagi dirinya dan keluarga. "Meskipun dihukum percobaan, tapi status saya tetap terpidana,” katanya.
Prita mengatakan bahwa sebelumnya ia telah mengajukan permohonan kepada Komisi Hukum untuk menjelaskan kasusnya ini. "Alhamdulillah ditanggapi," ujarnya. Ia pun berharap dengan penjelasannya ini, DPR dapat membantunya memperoleh keadilan.
FEBRIYAN | JONIANSYAH