TEMPO Interaktif, Jakarta - Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan, Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa, mengungkapkan lelang pengadaan alat bantu belajar-mengajar di Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan tahun 2010 diulang. Pengulangan itu dilakukan karena ada kekeliruan sistem. "Prosedur (lelang) yang kedua betul, yang pertama kita anggap salah, ada kekeliruan sistem," kata Yudhi di ruang kerjanya, Rabu, 6 Juli 2011.
Yudhi memaparkan, awalnya, penetapan pemenang lelang yang digelar secara elektronik itu menggunakan sistem merit point dan memenangkan PT Buana Ramosari Gemilang. Namun, sebelum dilakukan penetapan, Inspektorat Jenderal menemukan kejanggalan. "Dari telaah dokumen, kami menilai sistemnya tidak benar," kata Yudhi.
Menurut penjelasan Yudhi, dalam sistem merit point, pemenang lelang ditentukan dengan mempertimbangkan faktor teknis (spesifikasi barang) dan harga. Persentase harus seimbang, 50-50, sedangkan saat lelang pertama, PT Buana menang dengan persentase tak seimbang. "Teknisnya 80 persen, harga 20 persen," kata Yudhi.
Selain itu, harga yang ditawarkan PT Buana Ramosari Gemilang juga ternyata jauh lebih tinggi dibanding pesaingnya, PT Kimia Farma Trading & Distribution. "(Perbedaan harga) terlalu jauh," tutur Yudi. “Faktor harga harus tetap jadi penentu kemenangan karena perusahaan yang bersaing pasti sudah memenuhi spesifikasi minimal.”
Pihak inspektorat Jenderal langsung mengkonfirmasikan temuan itu kepada panitia lelang, tapi panitia tak mampu menjawab. "Saya tanya (panitia lelang) dari mana mendapat itu, mereka nggak bisa menjawab, lalu kami putuskan untuk diulang," ujar Yudhi.
Atas rekomendasi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), sistem lelang diubah menjadi sistem gugur. Pemenang ditentukan dengan pertimbangan harga terendah. Tapi, PT Kimia Farma Trading & Distribution mundur. Tentang keputusan ini, Yudhi mengaku tak tahu-menahu.
Dalam lelang kedua, PT Buana Ramosari Gemilang berhadapan dengan PT Exartech Technologi Utama. PT Buana kembali menang. Namun, Yudhi memandang, kali ini, tak ada yang salah. "Harga dia (Buana) yang terendah," ujar Yudhi.
Soal keberanian memenangkan perusahaan yang berkelas ruko untuk proyek bernilai sekitar Rp 400 miliar itu, Yudhi tak tahu alasan persisnya. "Itu langsung konfirmasi ke panitia," kata dia. Yudhi berpendapat mungkin panitia ada keyakinan, punya foto, dan data.
Terkait laporan adanya spesifikasi yang tak sesuai dalam pengadaan alat bantu belajar-mengajar tersebut, Yudhi berjanji akan mengecek hal itu. Sedangkan soal sanksi berupa denda akibat keterlambatan pengadaan, Yudhi meminta mengkonfirmasikannya kepada Badan PPSDM. "Seharusnya (kalau ada) sudah dibayar oleh perusahaan melalui PPSDM," kata Yudhi.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih menyatakan kementeriannya siap diperiksa atas dugaan korupsi pada proyek itu. Dalam surat resminya kepada Pemimpin Redaksi Koran Tempo, Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa saat ini KPK tengah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan serta pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait.
Menurut Yudhi, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) juga masih menelusuri laporan keuangan di PPSDM. "(Selama) 30 hari, surat tugasnya 23 Juni," kata Yudhi.
MARTHA RUTH THERTINA