TEMPO Interaktif, Jakarta - Tim Penyidik Mabes Polri mengaku telah menetapkan tersangka dalam kasus dokumen palsu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sayangnya, polisi emoh menyebut siapa nama atau inisial si tersangka dan hanya memastikan dia berasal dari internal MK.
"Tersangka sudah ada. Maaf kalau saya tidak sebut dulu namanya," kata Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Inspektur Jenderal Polisi Mathius Salempang, di Jakarta, Kamis 30 Juni 2011. Mathius juga enggan menyebut berapa orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Mathius, para tersangka dituduh sebagai pihak yang membuat surat palsu, sehingga dipergunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menetapkan Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura sebagai pemenang kursi DPR di Daerah Pemilihan I Sulawesi Selatan pada Agustus 2009. "Tempat kejadian pertama itu di MK. Jadi, kami telusuri dari MK dulu," kata Mathius." Tapi, dari MK tidak berarti tidak menyentuh KPU."
Setidaknya empat staf MK telah diperiksa oleh penyidik pada Selasa, 28 Juni 2011. Mereka yang dianggap tahu persis asal-muasal surat palsu itu adalah Nallom Kurniawan, Alifah Rahmawati, Pan Muhammad Fais, dan Riska Aprian. Saat ini sudah ada 19 orang yang dimintai keterangan terkait kasus dugaan pemalsuan dokumen MK.
Ketika ditanya apakah tersangka berasal dari keempat saksi yang diperiksa itu, Mathius menjawab, "Yang penting Anda ingin jawaban dari saya, apa ada tersangka?" ujarnya." Saya jawab ada."
Wartawan kemudian mencecar penegasan soal para tersangka itu. Mathius pun menjawab. "Pokoknya dari MK itu."
Seperti diketahui, kasus pemalsuan surat MK itu berawal pada Agustus 2009. Pada 14 Agustus 2010, KPU mengirimkan surat kepada MK untuk menanyakan pemilik kursi DPR di Daerah Pemilihan I Sulawesi Selatan yang diperebutkan Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura dan Mestariani Habie dari Partai Gerindra.
Pada 17 Agustus 2009, MK mengirimkan surat Nomor 112/PAN MK/2009 yang berisi penjelasan bahwa pemilik kursi yang ditanyakan KPU jatuh kepada Mestariani Habie.
Anehnya, rapat pleno KPU justru memutuskan bahwa kursi tersebut diberikan kepada Dewi Yasin Limpo, dengan landasan surat MK Nomor 112/PAN MK/2009 tanggal 14 Agustus 2009 yang diterima melalui mesin faksimile.
Setelah diinvestigasi, MK mengetahui bahwa surat tanggal 14 Agustus 2009 yang dipakai KPU untuk memutuskan Dewi Yasin Limpo sebagai pemegang kursi DPR tersebut adalah palsu.
Pada 12 Februari 2010, MK mengadukan kasus ini ke Bareskrim Mabes Polri. Dalam pengaduannya, MK menyebut nama mantan anggota Komisi Pemilihan Umum Andi Nurpati.
Belakangan nama hakim konstitusi Arsyad Sanusi, putri Arsyad yakni Neshawati, juga disebut-sebut. Termasuk staf MK, Hasan, dan Dewi Yasin Limpo.
WDA | ANT