TEMPO Interaktif, Jakarta - Fraksi PDI Perjuangan mendukung inisiatif sejumlah masyarakat sipil mendesak penghilangan pasal penculikan dan penyadapan dalam UU Intelijen. Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menilai keinginan itu sejalan dengan pandangan fraksinya. "Sikap mereka sama dengan kami," kata Hasanuddin, Selasa, 28 Juni 2011.
Desakan penbghapusan pasal itu datang dari Aliansi Menggugat Undang-undang Intelijen. Mereka menggugat rumusan pasal penyadapan dan kewenangan intelijen menangkap dan memeriksa seseorang dalam waktu 7 x 24 jam. Menurut mereka, pasal itu rentan disalahgunakan dan membuka peluang bagi terjadinya praktek penculikan seperti terjadi di masa orde baru.
Hasanuddin mengakui, UU Intelijen pada mulanya lahir dari inisiatif DPR. Namun dalam perjalanannya pihak pemerintah mengajukan draft tandingan yang mengusulkan adanya pasal-pasal itu. "Dalam pandangan fraksi kami, pasal itu tak perlu diatur karena penangkapan seseorang merupakan wilayah kewenangan polisi," kata Hasanuddin.
Menurut dia, langkah penegakan hukum itu mestinya tidak dijalankan secara mandiri oleh intelijen, melainkan harus berkoordinasi dengan institusi kepolisian sehingga tidak tumpang tindih kewenangan. "Kalau BIN ingin melakukan itu, mestinya berkoordinasi dengan aparat berwenang, jangan terjadi ego sektoral," kata Hasanuddin.
Hasanuddin sependapat dengan desakan Aliansi yang menolak pasal penyadapan. Dia mengakui, pasal itu berpeluang membatasi ranah privasi seseorang dan rentan disalahgunakan untuk kepentingan politik pihak penguasa. Kalaupun digunakan, kewenangan penyadapan harus diatur ketat atas izin lembaga peradilan. "Tidak boleh sembarangan," kata Hasanuddin.
RIKY FERDIANTO