TEMPO Interaktif, Makassar -Ketua DPP Partai Hanura Dewi Yasin Limpo mengaku berpegang teguh pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan kisruh kursi haram DPR. “Saya memegang amar putusan Mahkamah Konstitusi karena melegitimasi dan mengikat,” kata dia saat dihubungi kemarin.
Putusan ini, menurut adik Gubernur Syahrul Yasin Limpo itu, bukan berupa surat seperti yang diberitakan selama ini, melainkan putusan nomor 84/phpu.c/VII 2009. “Saya tidak ingin pusing dengan surat tertanggal 14 atau 17, hanya putusan MK yang saya pegang,” ucapnya.
Dewi batal melenggang ke Senayan karena MK mengeluarkan surat koreksi pada 17 Agustus 2009. KPU pun akhirnya menetapkan bahwa yang menjadi pemilik sah kursi adalah Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan 1 adalah Metariani Habie dari Partai Gerakan Indonesia Raya.
Dewi mengaku tidak tahu-menahu mengenai surat yang diduga palsu, yang dikeluarkan oleh MK. Menurut Dewi, dirinya baru tahu setelah DPP memberikan surat yang dikirim oleh komisi pemilihan. “Dua surat yang saya pegang, makanya saya juga bingung kenapa bisa begini. Surat ini copy-an, aslinya ada di komisi pemilihan,” ujar dia.
Dengan bukti di tangan, Dewi menyatakan siap jika dipanggil oleh DPR. “Tidak usah dulu disebut, nanti banyak yang tidak bisa tidur,” dia menjelaskan.
Sementara itu, Wakil Ketua Hanura Makassar Akbar Jalaluddin, yang pernah mendampingi Dewi saat kasus ini bergulir, mengatakan yang bertanggung jawab dengan masalah ini adalah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemilihan Umum. “Saya menduga ada oknum yang bermain,” katanya.
Menurut dia, kenapa bisa muncul dua surat sehingga kadernya batal melenggang ke Senayan. “Jika Dewi benar-benar akan dipanggil, saya merasa yakin memenangi masalah ini dan meminta Mabes Polri mengusutnya agar diketahui siapa yang terlibat dalam permainan ini.”
Akbar menegaskan, Dewi sudah menjadi korban. “Jika kasus ini terungkap, kami meminta DPR, Bawaslu, dan polisi mengusut tuntas atas kerugian yang dialami kader Hanura,” ucapnya.
ARDIANSYAH RAZAK BAKRI