TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Sebanyak 40 persen dari 33 ribu sumur di Yogyakarta tercemar bakteri Escherichia-coli (E.coli). Untuk memerangi bakteri itu, pemerintah memberikan chlor difuser, sebuah alat disertai obat yang bisa meminimalisir adanya bakteri itu.
“Kami meneliti 1.500-2.000 sumur warga, hanya 40 persennya yang terbebas dari bakteri itu,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Tuty Setyowati, di ruang kerjanya, Rabu 22 Juni 2011. Sayangnya pemerintah hanya bisa membantu 500 unit chlor difuser per tahun karena keterbatasan anggaran.
Pemberian chlor difuser diutamakan bagi warga yang sumurnya berada di dekat sungai dan perkampungan padat penduduk, yaitu yang ada MCK (mandi, cuci, kaus) umum dan masjid. Dalam satu tahun, anggaran pemberian chlor difuser kepada warga hanya mampu sebanyak 500 unit.
Adapun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Yogyakarta yang dialokasikan untuk pengujian kualitas air dan pengadaan chlor difuser tersebut Rp112 juta. Padahal, jika warga mau membeli, kata dia, harganya juga tidak mahal, yaitu hanya Rp 40 ribu per unit.
Ia menyarankan, bagi warga yang mempunyai sumur untuk kebutuhan sehari-hari membawa sampel air untuk diuji di Balai Laboratorium Kesehatan atau Laboratorium Pengawasan Kualitas Air di Puskesmas Mergangsan setiap enam bulan sekali.
Kepala Bidang Pengawasan dan Pemulihan Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta, Ika Rostika mengatakan sumur warga tercemar pembuangan limbah rumah tangga. Selain itu, kemungkinan ada septic tank yang bocor. Apalagi banyak sumur warga yang jaraknya kurang dari 10 meter dari septic tank.
MUH SYAIFULLAH