TEMPO Interaktif, Tangerang - Komisi Yudisial RI hari ini, Kamis 16 Juni 2011, menemui Antasari Azhar, bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah menjalani masa hukuman penjara 18 tahun dalam perkara pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnain, di Lembaga Pemasyarakatan kelas 1 A Kota Tangerang, Banten.
Dua utusan Komisi yang hadir adalah Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Suparman Marzuki serta Komisioner Taufiqurrahman Syahuri. Perwakilan Komisi Yudisial ini datang untuk meminta keterangan Antasari berkaitan dengan perilaku dan kode etik majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutus perkara Antasari.
Sekitar 1 jam 30 menit, tim Komisi melakukan pemeriksaan tertutup terhadap Antasari. Hasilnya, kata Suparman, masih dirahasiakan. Namun, Komisi merasa yakin ada pelanggaran kode etik. "Ada keyakinan pelanggaran kode etik," kata Suparman yang ditemui usai pemeriksaan Antasari.
Untuk lebih memperkuat keyakinan itu, pihaknya akan memeriksa Ketua Majelis Hakim Herry Swantoro serta hakim anggota Ibnu Prasetyo dan Nugroho Setiadji pada 20 dan 21 Juni 2011 mendatang.
Selanjutnya, paling tidak tiga pekan ke depan, hasil akhir tentang perilaku dan kode etik majelis hakim itu akan direkomendasikan ke Mahkamah Agung. Baik Suparman maupun Taufiqurrahman mengatakan, bila terbukti bersalah ada pelanggaran kode etik, ada tiga jenis sanksi yang dikenakan kepada majelis hakim, mulai sanksi ringan, sedang, dan berat.
"Pemberian sanksi ringan bentuknya teguran, sanksi sedang menonpalukan hakim (dilarang menyidangkan perkara), dan terberat memberhentikan dengan tidak hormat," ujar Taufiqurrahman.
Sebaliknya, jika tidak ada pelanggaran perilaku dan kode etik dalam menyidangkan dan memutus perkara Antasari, nama baik tiga orang majelis hakim ini juga harus direhabilitasi.
Sejak 15 April 2011, Komisi memeriksa putusan 18 tahun penjara bagi Antasari. Pemeriksaan itu berkaitan dengan adanya kelalaian dan ketidakprofesionalan hakim. Pertimbangan yang tidak digunakan hakim antara lain soal keterangan ahli balistik tentang senjata dan peluru yang digunakan untuk menembak Nasruddin, adanya pesan pendek di telepon genggam Antasari dan Nasruddin yang tidak diperkenankan dibuka dalam persidangan, juga baju korban yang tidak pernah dihadirkan sebagai barang bukti di persidangan.
Antasari divonis 18 tahun tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Atas putusan itu, Antasari banding di tingkat Pengadilan Tinggi, tapi ditolak. Upaya kasasi ke Mahkamah Agung juga mentah. Namun, Antasari dan kuasa hukumnya tak patah arang. Dia melawan dengan menyusun Peninjauan Kembali (PK). Berkas PK setebal 120 halaman itu juga dilengkapi novum (bukti baru) dan sudah selesai disusun.
"Tinggal menunggu waktu kesiapan Pak Antasari untuk diajukan ke Mahkamah Agung," kata pengacara Antasari, Maqdir Ismail. Pihaknya berharap jika pelanggaran kode etik itu benar dilakukan hakim, meski tidak berpengaruh terhadap PK, akan menambah keyakinan bahwa kasus Antasari betul-betul direkayasa.
AYU CIPTA