Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Imparsial Desak Pengurangan Militer di Papua

image-gnews
Sidang Anggota TNI Penyiksa Warga Papua di Pengadilan Militer Jayapura (20/1). TEMPO/Jerry Omona
Sidang Anggota TNI Penyiksa Warga Papua di Pengadilan Militer Jayapura (20/1). TEMPO/Jerry Omona
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Lembaga pegiat hak asasi manusia Imparsial mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mencabut kebijakan sekuritisasi yang masih berjalan di Papua meski derah itu tak disebut sebagai Daerah Operasi Militer. Perilaku pemerintah kepada Papua sejak era orde lama, orde baru dan masa reformasi dinilai tak berubah dengan tetap menerapkan pengamanan militer.

Hal ini menjadi salah satu rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian kebijakan keamanan militer di Papua dan implikasi terhadap HAM. "Kami minta de-sekuritisasi dan pengurangan aparat militer di Papua," kata Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti di kantornya, Selasa 31 Mei 2011.

Penelitian yang dilakukan lembaga ini menggunakan metodologi dekripsi kualitatif. Penelitian digelar sejak September 2010 hingga 8 bulan ke depan. Imparsial telah mewawancarai sejumlah pihak, mulai dari Gubernur Papua, Panglima Kodam, Kepala Polda, tokoh-tokoh agama dan masyarakat, Majelis Rakyat Papua, DPRP dan juga desk Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.

Poengky mengatakan pelaksanaan sekuritisasi bisa dilihat dari sejumlah indikator, yakni masih digunakannnya pendekatan yang melibatkan militer dalam penyelesaian konflik di Papua, masih berjalannya operasi militer serta masih diteruskannya pengiriman pasukan non-organik di Papua. Juga bisa dilihat dari perluasan komando teritorial dan pembangunan pos-pos TNI di sekitar pemukiman warga di wilayah tersebut.

Imparsial juga melihat masih adanya penumpukan dan penyimpangan anggaran untuk TNI yang berasal APBN, APBD dan perusahaan swasta serta adanya rencana pembangunan gelar kekuatan TNI yang baru di Papua. Misalnya rencana pembentukan tiga divisi Kostrad di Sorong. Saat ini, aparat keamanan di Papua jumlahnya cukup besar mencapai sekitar puluhan ribu orang. "Pola pendekatan ini telah melahirkan peristiwa kekerasan yang merupakan pelanggaran HAM," katanya. Sehingga, kondisi HAM di Papua belum berubah.

Karena itu, ia mendesak Presiden mengambil kebijakan melalui diskusi dengan tokoh masyarakat Papua dalam menyelesaikan masalah di daerah tersebut. Menurut dia, masalah Papua tidak bisa diselesaikan dengan operasi militer dan kekerasan. Seharusnya, pemerintah bisa berkaca dari kasus kekerasan di Nanggroe Aceh Darussalam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sedangkan Direktur Program Imparsial Al Araf mengatakan masalah dasar di Papua bukan sekadar gerakan separatis dan kelompok anti nasionalis. Namun, Ia mengungkapkan persoalan lain yang lebih fundamental. Misalnya ketidakadilan ekonomi di Papua. Masyarakat Papua mengharapkan kondisi wilayahnya yang aman dan damai. Araf mengatakan dalam setiap tindakan pelanggaran kekerasan dari aparat itu, hanya diarahkan pada personilisasi yaitu tindakan melanggar prosedur tetap yang ditetapkan. "Mereka yang melakukan kekerasan justru mendapat rekomendasi kenaikan jabatan," katanya.

Operasi militer yang dilakukan di Papua terdiri atas ada empat macam yakni operasi perbatasan, operasi pengamanan obyek vital, operasi intilejen dan operasi teritorial. Operasi ini, kata dia, menyebabkan militer semakin banyak berperan di Papua. Hal ini juga semakin merebaknya bisnis keamanan setelah keluar Peraturan Presiden nomor 63 tahun 2004 tentang pengamanan obyek vital yang dikeluarkan pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Biro Hukum Imparsial, Barata Ibnu mengkhawatirkan jumlah aparat yang besar dan banyaknya terjadi kekerasan di Papua disebabkan persaingan bisnis pengamanan eksplorasi sumber daya mineral di Papua itu. Ia juga menuding adanya persaingan polisi dan tentara dalam pengamanan di Papua. Ia menyebutkan Freeport yang beroperasi di Papua setiap tahunnya mengeluarkan anggaran US$ 66 juta untuk pengamanan.

Namun selain merekomendasikan penarikan pasukan di Papua, Poengky juga meminta kesejahteraan prajurit TNI ditingkatkan, pendidikan pelatihan HAM bagi anggota TNI, dan reformulasi doktrin TNI.

EKO ARI WIBOWO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Respons Amnesty Internasional, Imparsial, Komnas HAM soal Anggota TNI Aniaya Warga Papua

4 hari lalu

Ilustrasi penganiayaan. siascarr.com
Respons Amnesty Internasional, Imparsial, Komnas HAM soal Anggota TNI Aniaya Warga Papua

Warga Papua yang diduga anggota TPNPB-OPM itu bernama Definus Kogoya. Kejadian penganiayaan dilakukan di wilayah Kabupaten Puncak.


Kecam Warga Papua Dianiaya TNI, Imparsial: Bukti Pendekatan Keamanan Tak Hormati HAM

5 hari lalu

Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri (kedua kiri), Koordinator peneliti Imparsial, Ardi Manto Adiputra (paling kiri) dan peneliti senior Imparsial Anton Aliabbas (kedua kanan) saat jumpa pers terkait Peringatan HUT Ke-74 TNI, di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat 4 Oktober 2019. Antara Foto/Syaiful Hakim
Kecam Warga Papua Dianiaya TNI, Imparsial: Bukti Pendekatan Keamanan Tak Hormati HAM

Kekerasan di Tanah Papua, selalu berulang karena pemerintah masih menggunakan pendekatan keamanan dalam menangani konflik.


MK Serukan Dukungan untuk Palestina di Forum Dunia

8 hari lalu

Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri), Arief Hidayat (tengah) dan Manahan MP Sitompul (kanan) berbincang saat memimpin sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, 20 Juni 2019. ANTARA/Galih Pradipta
MK Serukan Dukungan untuk Palestina di Forum Dunia

MK RI menyerukan dukungan untuk Palestina dalam forum pertemuan Biro World Conference on Constitutional Justice atau WCCJ ke-21 di Venice, Italia.


Reaksi Ma'ruf Amin hingga Imparsial Soal TNI-Polri Isi Jabatan ASN

12 hari lalu

Ilustrasi PNS atau ASN. Shutterstock
Reaksi Ma'ruf Amin hingga Imparsial Soal TNI-Polri Isi Jabatan ASN

Imparsial menilai penempatan TNI-Polri di jabatan ASN akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya dwifungsi ABRI.


Anggota Komite HAM PBB Tanya soal Dugaan Intervensi Jokowi di Pilpres 2024: Apakah Sudah Diinvestigasi?

12 hari lalu

Logo Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di pintu di kantor pusatnya di New York, AS.[REUTERS]
Anggota Komite HAM PBB Tanya soal Dugaan Intervensi Jokowi di Pilpres 2024: Apakah Sudah Diinvestigasi?

Anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan dugaan intervensi Jokowi di Pilpres 2024 dalam sidang di Jenewa, Swiss.


Imparsial Kritik Rencana Pengesahan PP Manajemen ASN: Melegalisasi Dwifungsi ABRI, Mengancam Demokrasi

13 hari lalu

Ilustrasi ASN (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/tom)
Imparsial Kritik Rencana Pengesahan PP Manajemen ASN: Melegalisasi Dwifungsi ABRI, Mengancam Demokrasi

Peraturan Pemerintah itu juga membahas jabatan ASN yang bisa diisi oleh prajurit TNI dan personel Polri, dan sebaliknya.


KontraS Kritik Respons Pemerintah Soal Pemilu dan HAM di ICCPR Jenewa

14 hari lalu

Pegiat pelanggar HAM berat yang diiniasi Jaringan Solidaritas Korban Untuk Keadilan (JSKK), Jaringan Relawan Kemanuasiaan Indonesia (JRKI) dan Korban Tindak Kekerasan (kontras) melakukan aksi kamisan yang ke-804 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 1 Februari 2024. Aksi tersebut menuntut Presiden RI Joko WIdodo untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM beat secara berkeadilan. TEMPO/ Febri Angga Palguna
KontraS Kritik Respons Pemerintah Soal Pemilu dan HAM di ICCPR Jenewa

KontraS menyayangkan respons delegasi Indonesia terhadap berbagai kritik dan pertanyaan dari ICCPR.


International Women's Day, Perempuan Indonesia Bicara Carut-Marut Rezim Jokowi: Tuntut Penegakan Demokrasi

18 hari lalu

International Women's Day, Perempuan Indonesia Bicara Carut-Marut Rezim Jokowi: Tuntut Penegakan Demokrasi

Aliansi Perempuan Indonesia menuntut penegakan demokrasi dan supremasi hukum


Kini Siap Kerja Sama, Mengapa AS Dulu Mencekal Prabowo?

21 hari lalu

Presiden Joko Widodo saat memberikan kenaikan pangkat secara istimewa  kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto disela-sela Rapat Pimpinan TNI-Polri Tahun 2024 di Markas Besar (Mabes) TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu 28 Februari 2024. Menhan RI Prabowo Subianto merupakan seorang purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir jenderal bintang tiga atau letnan jenderal. Prabowo keluar dari kedinasan setelah diberhentikan dengan hormat sebagaimana Keputusan Presiden (Keppres) Nomor: 62/ABRI/1998 yang diteken oleh Presiden Ke-3 RI B. J. Habibie pada 20 November 1998. TEMPO/Subekti.
Kini Siap Kerja Sama, Mengapa AS Dulu Mencekal Prabowo?

Prabowo Subianto punya hubungan kurang harmonis dengan Amerika Serikat (AS). Dia pernah masuk dalam daftar hitam selama 20 tahun.


Tolak Rencana TNI Tambah 22 Kodam, Imparsial: Kecenderungan Militer Berpolitik Makin Tinggi

24 hari lalu

Direktur Imparsial, Gufron Mabruri (kiri) berbincang dengan Aktivis HAM ayah Ucok Munandar korban penghilangan paksa 97/98, Paian Siahaan saat mengikuti diskusi publik di Jakarta, Selasa 16 Januari 2024. Diskusi yang dihadiri korban dan keluarga korban kasus HAM membahas perhelatan Pemilu 2024 terkait perilaku elit politik yang pragmatis dan lebih berorientasi pada kekuasaan dapat mengakibatkan isu dan agenda Hak Asasi Manusia (HAM) terpinggirkan. TEMPO/Subekti.
Tolak Rencana TNI Tambah 22 Kodam, Imparsial: Kecenderungan Militer Berpolitik Makin Tinggi

Mabes TNI berencana menambah 22 Kodam menyesuaikan jumlah provinsi di Indonesia