TEMPO Interaktif, Jakarta - Terpidana dua puluh tahun penjara kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto, mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Dia mengajukan PK. Sidang perdana 7 Juni 2011 di PN Jakarta Pusat,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Mudim Aristo saat dihubungi, Senin, 30 Mei 2011.
Sebelumnya, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman empat belas tahun penjara untuk Pollycarpus. Bekas pilot maskapai penerbangan Garuda Indonesia itu kemudian mengajukan banding. Tapi, hakim Pengadilan Tinggi DKI tetap menyatakan dia bersalah. Ia pun akhirnya mengajukan kasasi.
Hakim Mahkamah Agung dalam tahap kasasi kemudian menyatakan Pollycarpus tidak bersalah dan bebas. Terhadap vonis tersebut, jaksa mengajukan PK. Dari PK jaksa, hakim MA menjatuhkan vonis dua puluh tahun penjara untuk Pollycarpus.
Kuasa hukum Pollycarpus, M. Assegaf, mengatakan pihaknya sudah memiliki novum atau bukti baru, sehingga bisa menyatakan PK. “Tapi, novumnya apa masih kami rahasiakan,” ujarnya saat dihubungi Tempo, Senin, 30 Mei 2011.
Pertimbangan lain untuk mengajukan PK adalah, pihak Pollycarpus memiliki bukti bahwa ada kekeliruan hakim dalam membuat putusan. Menurut tim kuasa hukum, sejak di tahap pengadilan negeri, ada sejumlah hal yang ganjil.
Pertama, adanya perbedaan pendapat antara hakim dan jaksa ihwal jenis makanan yang diselipi racun arsenik. Dalam dakwaannya, jaksa menyebut arsenik diselundupkan ke dalam jus jeruk yang diminum Munir. Namun, menurut hakim, racun untuk Munir bukan dimasukkan ke jus jeruk, melainkan ke mi.
Dari itu saja, kata Assegaf, sudah tampak ada perbedaan dakwaan. “Dan kalau ada seperti itu sudah seharusnya dakwaan dinyatakan tidak terbukti dan terdakwa dinyatakan bebas,” ujarnya.
Keganjilan kedua adalah adanya perbedaan tempus delicti (waktu kejadian) dan locus delicti (tempat kejadian) dalam dakwaan yang diajukan jaksa dalam sidang di PN Jakpus dengan yang ada di memori PK. “Dulu Munir dikatakan diracun di perjalanan, sedangkan saat di tahap PK, Munir dinyatakan diracun di Bandara Changi,” kata Assegaf. “Ini menunjukkan ada akrobat hukum.”
Yang juga dicantumkan kuasa hukum dalam PK, Assegaf menambahkan, adalah dakwaan yang menyatakan Munir diracuni arsenik menggunakan jus jeruk yang diminum sebelum pesawat lepas landas. “Kalau betul begitu harusnya dia meninggal dunia 10-15 menit setelah minum karena racunnya sangat kuat. Tapi, banyak saksi yang mengatakan dia naik pesawat dalam kondisi segar bugar,” ujarnya.
ISMA SAVITRI