Menurutnya, ia telah mengirimkan tim untuk melakukan inspeksi itu sejak kemarin. Dua belas pesawat buatan Xi'an Aircraft Industry, Cina, tersebut kini melayani 66 rute yang sebagian besar berada di kawasan terpencil dan Indonesia bagian Timur. Antara lain, Medan, Kupang, dan Sorong.
Freddy mengakui jadwal penerbangan pesawat akan sedikit terganggu akibat pemeriksaan yang dilakukan selepas kecelakaan nahas di Kaimana, Papua Barat, 7 Mei lalu itu.
Ia menegaskan dalam proses pengadaan burung besi tersebut, sudah dua kali Kementerian Perhubungan mengadakan validasi inspeksi teknis. Meski suku cadang MA 60 dirakit dari sejumlah belahan dunia, seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Cina, namun pesawat itu dinilai layak terbang di Indonesia.
Terkait perekam data penerbangan (flight data recorder) yang dienkripsi bahasa Cina, dia ingin Xi'an memberikan alat enkripsinya kepada Merpati agar tak usah repot ke Cina seperti yang dilakukan pemerintah untuk membuka perekam dalam kotak hitam pesawat yang jatuh di Kaimana. "Saya belum tahu negosiasinya bagaimana, tetapi seharusnya alatnya diserahkan ke kita," ucapnya.
Direktur Utama Merpati Nusantara Airlines Sardjono Jhony Tjitrokusumo menambahkan, perusahaannya dulu memilih membeli MA 60 ketimbang CN 235 buatan PT Dirgantara Indonesia karena alasan sederhana. MA 60 berkapasitas penumpang lebih banyak, 50 orang, sedangkan CN 235 hanya 35 orang.
BUNGA MANGGIASIH