TEMPO Interaktif, Nusa Dua- Masih dicantumkannya ancaman hukuman mati dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi halangan pengembalian aset yang dibawa kabur koruptor ke luar negeri. Namun, dalam revisi undang-undang ini, KPK tetap mencantumkan hukuman mati untuk menimbulkan efek jera bagi koruptor.
Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah menyatakan bahwa setiap negara tidak bisa memaksakan penghilangan hukuman mati dalam undang-undang negara lain. "Suatu negara tidak bisa memaksa untuk menghilangkan pasal hukuman mati," kata Chandra dalam Konferensi tentang Penyuapan dalam Transaksi Bisnis Internasional di Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Rabu 11 Mei 2011.
Beberapa negara yang menjadi pelarian koruptor maupun menjadi lokasi penimbunan aset hasil korupsi sering mempertanyakan soal pasal hukuman mati. "Negara-negara itu tidak menyuruh menghilangkan, tapi hanya ingin memastikan bahwa hukuman mati tidak dilaksanakan," kata Chandra.
Chandra menegaskan, ancaman hukuman mati dalam undang-undang tipikor hanya ada di beberapa pasal dan kasus-kasus tertentu. "Misalnya melakukan korupsi saat terjadi bencana alam,"Chandra menjelaskan.
Sementara Delegasi Kejaksaan Swiss, Claire Daams, menyatakan ada atau tidaknya hukuman mati seharusnya bukan penghalang bagi kerja sama suatu negara untuk memberantas tindak pidana korupsi.
"Swiss akan melihat apakah ada jaminan dari negara bersangkutan untuk tidak melakukan eksekusi," kata Claire. Jaminan ini penting karena Swiss menolak adanya ancaman hukuman mati terhadap pelaku korupsi.
WAYAN AGUS PURNOMO