"Jangan hanya khotbah, tapi perlu pendekatan fisik," kata Ansyad dalam diskusi publik Indonesiana bertajuk "Mengupas Radikalisme di Sekitar Kita" di Universitas Paramadina, Jakarta, Rabu, 4 Mei 2011.
Menurut Ansyaad, penegakan hukum di Indonesia tak kuat. Dia mencontohkan sejumlah kasus pembakaran rumah dan penyerangan yang tak bisa diatasi aparat kepolisian.
Selain penegakan hukum yang tegas, pendekatan lain adalah lewat jalur politik. Artinya, akan lebih baik jika kelompok radikal terlibat dalam partai politik. Mereka mendapatkan kebebasan memperjuangkan ideologinya lewat jalur demokratis. "Tidak ada salahnya mereka memperjuangan ideologinya di Senayan, asalkan jangan mengancam pakai bom kalau kalah voting," kata Ansyaad.
Menurut Ansyad, kelompok radikal ini terbagi dua, yaitu teroris dan nonteroris tapi punya jihad, ingin mendirikan negara Islam, dan memformalkan syariat Islam.
Namun, dua kelompok itu sekarang sulit dibedakan. Sebelumnya, kelompok radikal teroris mengusung isu-isu internasional. Kemudian mereka menyadari, isu itu tak mendapat perhatian masyarakat luas. Mereka kemudian mengalihkan perhatian ke masalah-masalah lokal seperti yang diusung kelompok radikal nonteroris.
Isu yang mereka usung, yakni kebencian terhadap agama lain, kebencian pada etnis lain, negara, ataupun negara lain. "Sekarang tidak jelas mana yang kelompok teroris mana yang bukan," kata Ansyaad lagi.
AQIDA SWAMURTI