“Noordin M. Top dan Dr. Azahari bukan orang miskin. Pepi (tersangka bom buku dan bom Serpong) juga punya penghasilan besar,” ujar Ansyaad, berbicara dalam diskusi publik Indonesiana dengan topik “Mengupas Radikalisme di Sekitar Kita” di Auditorium Universitas Paramadina Jakarta, Rabu 4 Mei 2011. Diskusi itu diadakan atas kerja sama Tempo Interaktif, Tempo Institute, dan Universitas Paramadina.
Menurut Ansyaad, radikalisme ada di semua agama. Radikalisme pun tak semuanya memunculkan terorisme. Teori yang bisa menjelaskan akar terorisme pun banyak ditemui. Baik aspek ekonomi maupun politik. “Tapi, tidak ada single factor akar terorisme,” ujarnya.
Dia mengakui, ada korelasi dari semua aspek itu, yakni perasaan tidak adil. Namun, tidak berarti seseorang yang merasa tidak adil otomatis menjadi teroris. “Ada juga yang merasa diperlakukan tidak adil, tapi malah lebih tabah,” kata dia.
Selain Ansyaad, hadir sebagai pembicara pada diskusi kali ini Staf Ahli Kepala Kepolisian RI Inspektur Jenderal Badrodin Haiti, Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan, dan Direktur Eksekutif Tempo Intitute Mardiyah Chamim.
DIMAS