Ketua Dewan Pers Bagir Manan di Bandung mengatakan bahwa hak cipta karya jurnalistik menjadi milik pers, bukan pribadi. Kecuali jika wartawan membuat karya yang bukan jurnalistik, misalnya melukis, menggambar, atau membuat puisi. "Kalau hak cipta tumbuh dari kegiatan jurnalistik, ada dua kepentingan yang berhadapan, yaitu media dengan wartawannya," kata Bagir di acara diskusi tentang hak cipta karya jurnalistik di Bale Rumawat Universitas Padjadjaran, Bandung, Selasa, 3 Mei 2011.
Selain itu, proses jurnalistik dinilainya tidak memenuhi syarat hak cipta, yaitu keaslian. Apakah berita itu murni buatan wartawannya, kata dia, atau mendapat sentuhan tangan editor. Belum lagi masalah kloning berita. "Apalagi sekarang bukan cuma wartawannya yang kloning, tapi medianya juga dengan media satu grup. Ini merugikan wartawannya karena namanya juga sering dihapus," ujar mantan Ketua Mahkamah Agung itu.
Pakar hak atas kekayaan intelektual dari Universitas Padjadjaran, Miranda Risang Ayu, sependapat dengan Bagir. Karya jurnalistik menurutnya tidak bisa dibuat sendiri, tetapi juga melibatkan banyak orang dan ramuan bahan berita. "Apakah itu orisinil?" tanyanya. Yang perlu dijamin media, kata dia, adalah hak moral dan finansial jurnalis. Hak cipta karya jurnalistik baru bisa lepas atau tak lagi dimiliki media massa setelah 50 tahun.
Diskusi tentang hak cipta jurnalistik ini digelar Wartawan Foto Bandung dan Laboratorum Foto Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran untuk memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia yang jatuh setiap tanggal 3 Mei.
ANWAR SISWADI