TEMPO Interaktif, Jakarta - Sidang kasus terorisme yang dijalani Amir Jamaah Anshorut Tauhid Abu Bakar Baasyir, Senin 25 April 2011 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diwarnai perdebatan soal kafir. Perdebatan bermula ketika ketika Hakim mencecar Baasyir soal makna kafir dan keterlibatannya dalam pelatihan militer Aceh.
Hakim menanyakan itu karena Baasyir menyatakan semua warga negara yang tidak menjalankan hukum Islam dengan benar, mereka disebut kafir. Menurut Baasyir, semua orang di luar muslim semuanya kafir.
Baasyir membagi dalam 2 kelompok, yaitu kafir dimi yang artinya kafir secara agama, dan kafir harobi yakni seseorang atau kelompok yang menyerang warga muslim. "Dalam Islam, siapa pun orang Islam yang membantu orang kafir membenci Islam, maka itu murtad," katanya.
Terdakwa kasus terorisme ini menyangkal bila semua kasus teroris yang terjadi di Indonesia ada keterlibatan langsung dengannya.
Di awal sidang, saat Pengadilan menayangkan gambar pelatihan militer di Aceh, Baasyir mengakui adanya kegiatan pelatihan itu yang dilakukan Haidar dan Abu Tholut bekas anggota JAT. Tapi, ia menyatakan tak pernah mengintruksikan rencana pelatihan dan Haidar dan Tholut sudah sejak lama keluar dari JAT. "Saya tak pernah mendukung itu," katanya.
Baasyir juga menyangkal lembaganya (JAT) menyalurkan bantuan untuk pembiayaan pelatihan militer di Aceh dan mendanai pembelian senjata yang besarnya mencapai Rp 1,039 miliar hasil sumbangan Toyib dan kawan-kawan. Menurut Baasyir, uang yang selama ini dimiliki merupakan hasil infaq sebagai mubalik, dan jumlahnya pun tak sebesar yang dituduhkan. "Tidak ada itu. Yang ada direkening pun jumlahnya hanya Rp 250 juta, dan itu selama satu tahun," kata Baasyir.
Sidang diskors sekitar 15 menit saat kuasa hukum terdakwa meminta hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa beristirahat. "Mohon klien saya diberi waktu istirahat sejenak," kata kuasa hukumnya.
JAYADI SUPRIADIN