TEMPO Interaktif, Tangerang - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menyatakan semestinya Komisi Yudisial tidak menilai putusan hakim, melainkan perilaku hakim. Hal ini dikatakan Patrialis menanggapi rencana komisi itu untuk memeriksa kembali putusan hakim terhadap Antasari Azhar, bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjadi terpidana kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen .
"Saya termasuk pencetus KY, KY itu untuk memeriksa perilaku hakim bukan putusan hakim, kalau begitu pengadilan tidak independen, tidak merdeka," kata Patrialis, ditemui di ruang VIP Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, sekembali dari Arab Saudi, Senin malam 18 April 2011.
Komisi Yudisial segera menindaklanjuti temuan mereka ihwal adanya kelalaian hakim penyidang kasus tersebut. Tak hanya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang akan diperiksa. Hakim banding di Pengadilan Tinggi DKI dan hakim kasasi di Mahkamah Agung, juga tak luput dari pemeriksaan.
Juru Bicara KY Asep Rahmat mengatakan materi pemeriksaan adalah seputar temuan KY yang didapat dari data-data pengaduan dan investigasi, serta dari data permintaan keterangan dari pihak pelapor, saksi, dan ahli balistik.
Sebelumnya, Komisi Yudisial merilis adanya unsur ketidakprofesionalan hakim penyidang Antasari, baik di tingkat PN, banding, maupun kasasi. Ketidakprofesionalan dilihat dari tidak digunakannya bukti berupa keterangan ahli balistik mengenai senjata dan peluru yang digunakan untuk menembak Nasruddin.
Antasari divonis delapan belas tahun penjara oleh hakim PN Jaksel yang diketuai Herri Swantoro. Ia kemudian mengajukan banding, tetapi ditolak. Upaya kasasinya juga dimentahkan oleh hakim Mahkamah Agung.
Ia dinyatakan hakim terbukti merancang pembunuhan terhadap Nasruddin, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Pembunuhan dilakukan karena Antasari khawatir perselingkuhannya dengan Rhani Juliani, istri siri Nasruddin, diungkap Nasruddin ke publik.
AYU CIPTA | ISMA SAVITRI