“Ada keraguan pemerintah provinsi terhadap payung hukum lembaga ini. Padahal fungsinya jelas dirasakan masyarakat,” kata Ketua KPAID Sri Wahyuni, Selasa (12/4) di Kantor KPAID, Jalan Melati, Denpasar, Bali.
Pemerintah Provinsi Bali memandang fungsi lembaga ini bisa diakomodasi oleh Badan Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (BP3A) yang telah dibentuk pemerintah provinsi.
Wahyuni menegaskan, payung hukum KPAID sebenarnya adalah amanat Keputusan Presiden 77/2003 dan pasal 74 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Undang-Undang itu disebutkan, di suatu daerah bisa didirikan KPAID bila dipandang perlu oleh pimpinan daerah.
KPAID Bali dibentuk pada masa kepemimpinan Gubernur Dewa Made Beratha pada 23 April 2008. Namun setelah pergantian Gubernur dan dijabat oleh Made Mangku Pastika, pada periode 2009-2010 , anggaran untuk KPAID dipangkas dan para komisionernya tidak mendapat honor. “Namun kami terus melakukan kegiatan seperti biasa,” katanya.
Seiring dengan berakhirnya masa jabatan mereka pada 23 April, akhirnya diputuskan untuk tidak melanjutkan kegiatan lembaga tersebut.
Wakil Ketua KPAID Putu Anggreni menyesalkan sikap Gubernur dan Pemerintah Provinsi Bali yang enggan memberikan dukungan. Secara obyektif, kata dia, beragam persoalan anak muncul di Bali. Dia mencontohkan kasus pelecehan seksual kepada anak-anak yang sempat menghebohkan Bali karena korbannya mencapai 7 siswa Sekolah Dasar, meningkatnya penularan HIV di kalangan anak-anak usia SMP.
Semua masalah itu tidak bisa diatasi dengan pendekatan yang birokratis. “Karena itu kami akan mendirikan lembaga baru sebagai lahan pengabdian tanpa tergantung pada dukungan pemerintah,” ujarnya.
Kepala Biro Humas Pemerintah Provinsi Bali Putu Suardika membenarkan bahwa pemerintah provinsi tidak lagi mengucurkan dana kepada KPAID. Pertimbangannya, tugas-tugas itu sudah dilaksanakan oleh BP3A yang berada di bawah birokrasi Pemerintah Daerah Bali. Namun demikian, Gubernur masih akan mempelajari bila keberadaan KPAID benar-benar diperlukan oleh masyarakat Bali.
ROFIQI HASAN