Surya mengungkapkan, potensi perikanan dan kelautan di Kepulauan Riau mencapai 1,5 juta ton per tahun, namun dari jumlah itu Pemerintah Provinsi hanya mampu memanfaatkan 5 persen saja. Sisanya kebanyakan diambil pihak nelayan asing.
Menurut Surya, pembentukan Badan Pengelola Perbatasan dan Dewan Perbatasan sangat penting dan mendesak. Sebab Provinsi Kepulauan Riau merupakan pintu gerbang masuk ke Indonesia.
Hal ini bisa dilihat di pasal 6 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang pengelolaan wilayah Perbatasan. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan Badan Pengelola Perbatasan ( BPP ) memiliki tugas , di antaranya melaksanakan kebijakan pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah, dan melakukan pengawasan pelaksanaan pembangunan Kawasan yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten/kota.
Ketua STISIPOL Raja Haji Tanjung Pinang Zamzami A.Karim mengatakan, sejak dulu daerah perbatasan, khususnya Kepulauan Riau sudah menjadi tempat pelaku penyelundupan. Zamzami mengungkapkan pada 17 Maret 1970 ditandatangani perjanjian mengenai batas laut Selat Malaka antara dua negara pantai Malaysia dan Indonesia, yang mulai dari Selatan One Fathom Bank sampai ke Selat Durian Singapura. Kemudian pada tahun 1972 telah dicapai persetujuan antar Malaysia dan Indonesia untuk melindungi penghidupan penduduk di wilayah pantai Selat Malaka. " Tapi orang asing dengan mudah curi ikan di perairan kita," kata Zamzami.
Kepala Biro Bina Mitra Polda Kepulauan Riau Komisaris Besar Rikky Wakano mengatakan, soal penyelundupan, Kepulauan Riau tetap menjadi jalur paling empuk. Trafficking, narkoba dan penyelundupan lainnya paling banyak melalui Kepulauan Riau khususnya melalui Batam. " Itu fakta," katanya.
Rumbadi Dalle