TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang lanjutan kasus pajak Asian Agri dengan terdakwa Suwir Laut. Agenda persidangan kali mendengarkan keterangan ahli dari pihak terdakwa. Ahli hukum pidana, Yahya Harahap, dalam keterangannya menyebut sengketa pajak bukan kompetensi peradilan pidana umum.
"Kalau masih bisa diselesaikan pembayarannya, tidak perlu ditempuh jalur pidana untuk memeriksa dan mengadili, tetapi sepenuhnya menjadi kopetensi peradilan Tata Usaha Negara"kata Yahya Harahap dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Martin Ponto, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 22 Maret 2011.
Yahya menambahkan jika terjadi kesalahan dalam mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), maka yang harus dilakukan adalah wajib pajak itu sendiri yang harus memperbaiki kekeliruan tersebut.
Namun menurut dia, jika SPT tersebut ternyata masih dianggap salah, maka Dirjen pajak wajib melakukan pemeriksaan berlandaskan fakta-fakta yang ada.
"Jika Dirjen Pajak melihat masih adanya kekeliruan, maka Dirjen Pajak akan mengeluarkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), "katanya.
Dari hal itu, jika keberatan wajib pajak tersebut merasa tidak ada kekeliruan, dan Dirjen Pajak masih keberatan maka Dirjen pajak mengeluarkan SKPKB Tambahan.
Menurutnya, jika wajib pajak menerima hal itu dan bersedia membayar maka akan selesai. Namun, jika tidak maka terjadi sengketa pajak antara wajib pajak dengan Dirjen pajak. "Hal ini bukan kopetensi peradilan pidana umum, akan tetapi menjadi kompetensi peradilan Tata Usaha Negara,"tambahnya.
Disisi lain kuasa hukum terdakwa, M Assegaf menanyakan, jika wajib pajak keliru mencatat data pajak apakah bisa dikenakan pidana, Yahya dengan cepat menjawab, tidak bisa.
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ketut Winawa, adanya keterangan ahli tidak memberi pengaruh terhadap dakwaan. Menurutnya itu adalah saksi yang dihadirkan kuasa hukum terdakwa. "Kamis, kami juga akan mendatangkan ahli di persidangan," katanya.
Namun dirinya enggan menyebutkan siapa ahli yang akan dihadirkan pada sidang selanjutnya.
Seperti yang diketahui, JPU mendakwa Suwir Laut telah membuat laporan yang keliru mengenai Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak perusahaan. Hal tersebut dinilai merugikan negara sebesar Rp. 1,259 Milliar. Terdakwa diduga menyampaikan SPT Pajak tidak benar sejak 2002 hingga 2005.
Sebelumnya, jaksa telah mendakwa Suwir Laut dengan pasal 39 ayat 1 huruf c Undang-undang no. 16 tahun 2000 tentang pajak. Ancaman dari jerat pasal itu berupa kurungan penjara 6 tahun dan empat kali dari nilai kerugian yang diderita negara.
Sidang akan dilanjutkan Kamis, 23 Maret 2011 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan oleh JPU.
MIA UMI KARTIKAWATI