TEMPO Interaktif, Jakarta - Jaksa penuntut umum terdakwa kasus tindak pidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir menyatakan, pilihan mereka untuk memeriksa saksi melalui konferensi jarak jauh (telekonferensi), bukan murni itikad jaksa. Melainkan permintaan dari pihak saksi yang diperiksa.
"Teleconference itu dilakukan atas permintaan dari saksi, bukan dari kami," kata JPU Iwan sebelum sidang Ba'asyir dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 14 Maret 2011.
Iwan menjelaskan, hari ini akan ada empat saksi yang akan diperiksa secara telekonferensi di rumah tahanan Markas Komando Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok. Keempatnya, kata Iwan, adalah terdakwa pada kasus terorisme lainnya. Sedangkan dua saksi lain, akan diperiksa tatap muka dengan Ba'asyir di pengadilan.
Pemeriksaan telekonferensi, kata Iwan, dilakukan sebagai langkah antisipasi jika saksi mendapat tekanan secara psikologis seandainya dihadirkan di pengadilan dan bertatap muka dengan Ba'asyir. "Daripada mendapat tekanan psikis kalau bicara melihat muka bosnya?" kata dia.
Kamis lalu, majelis hakim memutuskan untuk menerima usulan jaksa penuntut umum agar pemeriksaan enam belas saksi untuk Ba'asyir dilakukan melalui telekonferensi. Penetapan tersebut dikeluarkan setelah majelis berunding selama 1,5 jam, usai sidang putusan sela.
Ke-16 saksi tersebut adalah Imron Baihaqi, Hariadi Usman, Abdul Haris, Suranto, Luthfi alias Ubaid, Muhammad Ilham, Komarudin, Hamid Agung Wibowo, Munasikin, Muji Haq, Andriansyah, Hendro Sultani, Joko Purwanto, Muksin, Solahudin, dan Joko Daryono.
Hakim menetapkan ke-16 saksi akan diperiksa atau ditanya hanya oleh jaksa. Adapun berdasar asas kesetaraan, hakim mengizinkan salah seorang penasehat hukum ikut mengawasi jalannya persidangan, namun dalam ruangan terpisah. Jika menemukan ada kejanggalan, penasehat hukum bisa melaporkannya pada majelis hakim.
ISMA SAVITRI