Menurut Tanoni, pengaduan sekaligus permintaan perlindungan ke PBB karena Pemerintah Indonesia dinilai tidak serius memberikan perlindungan kepada rakyat Timor Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya nelayan dan petani rumput laut, yang mengalami penderitaan akibat tercemarnya laut Timor.
”Karena pemerintah sendiri tidak serius menangani masalah pencemaran laut Timor, kami memilih langkah untuk meminta PBB turun tangan,” kata Tanoni kepada Tempo di Kupang, Minggu (13/3).
Tanoni menjelaskan, ratusan tokoh masyarakat dan tokoh agama dari empat pulau di NTT (Pulau Timor, Pulau Flores, Pulau Sumba, dan Pulau Rote) telah menandatangani petisi dan mengirimkannya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 6 Pebruari lalu.
Selain mendesak presiden segera menuntaskan penyelesaian masalah pencemaran laut Timor, terutama meminta Pemerintah Australia memberikan ganti rugi kepada rakyat Timor Barat, presiden juga diminta memberikan mandat kepada YPTB untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sejak terjadi pencemaran 21 Agustus 2009 silam, YPTB merupakan salah satu dari 38 lembaga yang gencar melakukan protes dan menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Autralia.
Sebelum mengirim petisi, YPTB pun telah mengirimkan dokumen yang berisi berbagai data tentang dampak pencemaran sejak Desember 2010 lalu.
Tanoni juga menjelaskan, pengaduan dan permintaan perlindungan kepada PBB akan diputuskan dalam Kongres Rakyat Timor Barat. Adapun pelaksanaan kongres dilakukan jika Presiden SBY tidak segera memberikan reaksi terhadap petisi tokoh masyarakat dan tokoh agama NTT.
”Kami memberikan dead-line kepada presiden selama satu minggu sejak hari ini. Jika tidak ada jawaban, kongres diselenggarakan, dan pengaduan ke PBB pun dilayangkan,” ujar Tanoni.
Tokoh masyarakat dan tokoh agama dari empat pulau di NTT sudah dihubungi untuk penyelenggaraan kongres, dan mereka mendukungnya.
Permohonan perlindungan kepada PBB, menurut Tanoni, dimungkinkan sesuai ketentuan hukum internasional. Selain itu, sudah menjadi kewajiban negara untuk melindungi masyarakatnya dari pencemaran lingkungan.
"Dengan membiarkan masalah pencemaran laut Timor berlarut-larut, Pemerintah Indonesia telah melanggar hukum internasional,” papar Tanoni.
Mengadukan masalah tersebut kepada PBB, kata Tanoni pula, maka PBB bisa menekan Pemerintah Australia mendesak PTTEP Australasia bertanggungjawab terhadap pencemaran laut Timor.
Pengaduan kepada PBB juga didorong oleh sikap Pemerintah Indonesia melalui Tim Nasional Penyelesaian Masalah Pencemaran Laut Timor yang diketuai Fredy Numberi yang akan menerima ganti rugi dari PTTEP Australasia senilai US$ 5 juta atau Rp 45 miliar.
Nilai ganti rugi tersebut tidak sebanding dengan penderitaan lebih dari 5.000 nelayan dan petani rumput laut yang kehilangan mata pencaharian akibat pencemaran laut Timor.
”Ganti rugi yang hanya Rp 45 miliar, jika dibagikan kepada 5.000 orang yang terkena dampak pencemaran laut Timor, setiap orang hanya mendapatkan Rp 900.000. Ini merupakan penghinaan bagi masyarakat Timor Barat," ucap Tanoni. YOHANES SEO.