TEMPO Interaktif, Jambi -Pengelola Hutan Harapan Renfores dan Suku Anak Dalam berebut hak atas Hutan Harapan Renfores.Hutan yang dikelola PT Restorasi Ekosistem Konservasi Indonesia, pengelola hutan seluas 101 ribu hektare lebih, di kawasan Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi, merupakan tempat tinggal suku Kubu dan warga lainnya.
Hutan tersebut berada di dua wilayah,yakni Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Sejak warga suku anak dalam tinggal di tempat itu. Namun sejak tahun 2006 kawasan itu dikuasai PT Restorasi dan sempat dikunjungi Pangeran Charles, dari Kerajaan Inggris pada awal Nopember 2008.
Kawasan itu tak hanya rumah bagi Suku Anak Dalam, tetapi juga tempat mencari makan, termasuk lokasi bercocok tanam. Kini sedikitnya 500 kepala keluarga menggantungkan hidup di kawasan hutan itu. Sebagian diantaranya mereka sejak awal sudah bertanam sawit.
"Kini setidaknya ada 500 kepala keluarga menggantungkan hidup di kawasan ini, tapi terusik dan berkonflik berkepanjangan sejak adanya PT REKI, kemana lagi kami harus tinggal kalau tidak di sini, di sinilah ruang hidup kami satu-satunya," kata Tukiman, Kepala Dusun Kunanganjaya, Senin (7/3).
Akhir Februari lalu, sekitar 50 warga kawasan yang menjadi konsesi PT. REKI penen raya tanaham padi seluas enam hektare, sebelumnya dilarang perusahaan pengelola. "Hasil panen ini lah yang menjadi harapan kami. Kami hidup dari berladang di sini sudah sejak puluhan tahun lalu, kalau padi itu tidak kami panen darimana kami mau makan," kata Amran, Ketua RT 11, Desa Kunanganjaya.
PT Restorasi mengeluarkan larangan warga beraktifitas di areal itu. Secara legal areal eks. Asialog seluas 49.170 di Provinsi Jambi, telah menjadi konsesi mereka berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan RI.
Beberapa kali pengelola mengusir dengan membakar pondok warga. Namun ancaman itu tak membuat gentar sebagian masyarakat karena mereka tak mempunyai pilihan lain selain mempertahankan kawasan penopang hidup mereka. M Zubairin, Head of Administration and Operations PT REKI mengatakan keberadaannya di tempat itu merupakan bentuk keprihatinan akan kerusakan hutan di Indonesia.
Kucuran dana dari beberapa sumber, antara lain: seperti Uni Eropa, The British Government’s Darwin Initiative, Conservation International’s Conservation Fund, The Nando Fretti Foundation, Member of the Birdlife International partnership dan The Townsend Family Charitable Trust.
"Banyak warga sejak dulu menggarap kawasan ini, mendompleng nama warga SAD. Padahal, mereka sendiri datang dari beberapa daerah, baik asal Provisni Jambi maupun provinsi tetangga, seperti Sumatera Barat dan Sumatera Selatan untuk berkebun," kata Zubairin.
SYAIPUL BAKHORI