Dalam repliknya, jaksa memaparkan bagaimana saat ini banyak orang mengaku suci dan merasa sebagai pendekar hukum layaknya Hoegeng dan Lopa. Padahal, kata Ketua Tim JPU Erbagtyo Rohan, orang-orang yang mengaku sebersih Lopa dan Hoegeng ternyata punya cela.
"Benarkah Pak Hoegeng dan Pak Lopa pernah membelikan sebuah rumah untuk anak keturunannya seharga miliaran rupiah? Atau juga beliau-beliau ini membeli tanah ribuan hektar pada saat ia bertugas atau beliau-beliau ini mempunyai aset berupa property atau surat berharga senilai ratusan miliar?" kata jaksa, menyindir Susno.
Tak hanya itu, jaksa juga menyentil dugaan Susno menerima duit Rp 500 juta dari Sjahril Djohan, lewat perbandingan dengan Lopa dan Hoegeng. Seperti diketahui, duit itu diduga diberikan Sjahril agar Susno yang saat itu menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal, bersedia mempercepat penanganan kasus PT Salmah Arowana Lestari.
"Apakah kita pernah mendengar sayup-sayup berita bahwa beliau-beliau ini pernah menerima suap? Atau ada bukti beliau berdua menerima transfer uang miliaran dari teman-temannya sesama penegak hukum? Sungguh tidak! Sama sekali tidak!" kata Erbagtyo.
Erbagtyo meneruskan sindirannya. Menurut jaksa, baik Lopa maupun Hoegeng sadar, bahwa seorang pegawai negeri, apapun level, pangkat, dan jabatannya, tidak masuk akal menjadi "orang kaya". Keduanya juga dinilai jaksa tidak berbuat curang untuk keuntungan pribadinya, menggunakan wewenang jabatannya.
"Kita menyadari, manusia tempat salah dan lupa. Namun menjadi ironi bahwa manusia amatlah susah untuk bersikap ksatria mengakui kesalahan dan dosa yang dilakukannya. Untuk itu sudah sepantasnya kita, tak terkecuali terdakwa, untuk 'menghitung-hitung' diri tentang kebaikan dan keburukan sendiri, bukan menghitung kesalahan orang lain," kata Erbagtyo.
ISMA SAVITRI