“Tahun 2010 lalu tidak dianggarkan. Begitu juga dalam APBD tahun 2011 ini. Kami sudah mengusulkan tapi tidak disetujui. Alasannya masih banyak program lain yang membutuhkan biaya,” kata Fatkhur di kantornya, Selasa (22/2).
Fatkhur menegaskan bahwa sejak 2010 Pacitan sudah dinyatakan endemi flu burung. “Tahun 2010 ada tujuh kasus dengan jumlah kematian ayam per kasus rata-rata 30 sampai 100 ekor. Jika dijumlah mencapai 700 ekor lebih. Itu merata di 12 kecamatan yang ada di Pacitan,” ucapnya.
Sementara di awal 2011 sudah tercatat ada satu kasus flu burung. “Pada Januari lalu juga ditemukan satu kasus di Kelurahan Ploso, Kecamatan Pacitan, dengan kematian ayam 30-an ekor,” tambahnya.
Dinas setempat hanya mengandalkan jatah disinfektan dari Pemerintah Provinsi. “Setiap tahun kami dapat pasokan disinfektan dari provinsi sebanyak 150 liter untuk setahun. Itu sebenarnya nggak cukup,” katanya.
Stok disinfektan dari provinsi sisa jatah 2010 kini tinggal hanya 30 liter. “Yang tahun ini dari provinsi belum datang,” ujarnya.
Pengadaan vaksin juga tak dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten dan mengandalkan jatah dari provinsi dan pusat. “Persediaan vaksin kita per tahun hanya 75 ribu dosis yang dianggarkan dari APBD provinsi dan 150 ribu dosis dari APBN. Total ada 225 ribu dosis,” terangnya.
Padahal, menurutnya, idealnya dalam kurun waktu enam bulan harus tersedia sebanyak 1 juta dosis vaksin untuk membasmi penyebaran virus H5N1 tersebut. Sehingga dalam satu tahun, idealnya tersedia vaksin sebanyak 2 juta dosis.
Menanggapi hal ini, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) dan Protokoler Pemerintah Kabupaten Pacitan Endang Surjastri enggan berkomentar. “Kalau soal anggaran silakan langsung konfirmasi ke Sekda (Sekretaris Daerah),” ungkapnya. Sekretaris Daerah Kabupaten Pacitan Mulyono belum bisa dikonfirmasi saat dihubungi Tempo.
ISHOMUDDIN