TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Riski Sadiq mengatakan para produsen susu formula tak perlu takut apabila produk mereka dikatakan terpapar bakteri enterobacter sakazakii. Karena hal itu menjadi konsekuensi atas penelitian yang dipublikasikan Institut Pertanian Bogor tahun 2008 lalu.
"Apa sih yang harus ditakutkan, tutupnya pabrik? Ya itu konsekuensi, harus dilakukan meski kondisi ekonomi menjadi goyah," kata Riski dalam diskusi bertajuk 'Kontroversi Susu Formula' di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu 19 Februari 2011.
Baca Juga:
Riski mengungkapkan data yang ia dapat dari berbagai media. Omset penjualan susu formula menurun akibat adanya dugaan beberapa merek dagang susu formula yang terkontaminasi bakteri tersebut. "Tapi kalau tidak dipublikasikan malah melindungi 5 produk itu dan mengorbankan produk lain yang tidak bermasalah," ujarnya.
Dalam polemik ini, dia melanjutkan, produsen susu tidak melanggar aturan apapun. Sebab, ketika penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2008, bakteri enterobacter sakazakii belum dimasukkan sebagai syarat dalam codex internasional untuk penentuan kualitas kesehatan suatu produk. "Jadi disini tidak ada yang dilanggar," kata Riski.
Jadi, apabila merek-merek susu yang tercemar tersebut tetap tidak diungkap ke publik, maka tidaklah salah jika kemudian masyarakat menduga ada permainan antara produsen susu dengan oknum. Prinsipnya, kata Riski lagi, hal ini harus disampaikan dengan terang ke masyarakat. "Mereka (produsen susu) punya anggaran untuk memperbaiki citranya kok," ujarnya.
RIRIN AGUSTIA