TEMPO Interaktif, Jakarta - Setelah dituntut 7 tahun penjara, mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji mengungkapkan kekecewaannya terhadap jaksa penuntut umum. Menurut Susno, terdapat fakta persidangan yang tidak sesuai dengan apa yang dibacakan oleh jaksa. Seperti pertemuan Syahril Johan dengan dirinya di rumahnya di Jalan Abu Serin, Fatmawati, Jakarta Selatan.
Susno mengatakan berdasarkan saksi-saksi yang ada, mereka tidak pernah melihat kedatangan Syahril Johan. Namun dalam pembacaan tuntutan justru berbeda. "(Sidang) Penuh dengan rekayasa," kata Susno, usai sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, Senin 14 Februari 2011.
Susno dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa dalam perkara korupsi penanganan kasus PT Salmah Arwana Lestari dan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Rekayasa yang dimaksud Susno antara lain mengenai keterangan-keterangan saksi soal pertemuan Susno dan Syahril Johan di kediaman Susno, seperti yang dituduhkan jaksa. "Di berita acara tidak ada, di muka sidang tidak ada, berarti bohong," ujar Susno.
Ditanya apakah ia merasa dizolimi oleh hal itu, Susno berujar, "Itu tidak perlu ditanya, dengan fakta didepan sidang saja kaya begini, orang mengatakan tidak melihat Syahril Johan dibilangnya melihat Syahril Johan."
Namun sebagai warga negara yang taat terhadap hukum, Susno tetap mematuhi peraturan yang ada dengan mengikuti persidangan kasus yang tengah membelitnya. "Saya tetap menghormati persidangan, tapi mereka belum berfungsi sebagai JPU yang profesional yang mencari kebenaran. Dia masih berfungsi model lama jaksa penghukum. Sudah berupaya untuk menjadikan posisi saya sebagai terdakwa," kata dia.
Dari beberapa saksi, jaksa menuduh Susno telah menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Syahril Johan. Uang ini, menurut jaksa berasal dari Haposan Hutagalung, pengacara Ho Kian Huat, pengusaha asal Singapura yang mengadukan Anwar Salmah dalam kasus penggelapan investasi di PT SAL.
MIA UMI KARTIKAWATI