TEMPO Interaktif, Jakarta - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Papua, menilai pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bahwa tidak ada pelanggaran HAM serius selama kepemimpinannya merupakan kebohongan.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia Markus Halo, mengatakan pernyataan itu melukai hati warga Papua, yang banyak merasakan intimidasi dan penganiayaan.
Kasus terbaru penganiayaan warga Puncak Jaya, Papua, yang dilakukan tiga anggota TNI Batalion 753 AVT/Nabire Kodam XVII/Cendrawasih, menjadi bukti pelanggaran HAM berat. Ketiga pelaku sedang jalani sidang militer di Jayapura. Yaitu, Serka Dua Irwan Riskianto, dituntut 9 bulan. Prajurit Satu Thamrin Makangiri dituntut 10 bulan, dan Prajurit Satu Yakson Agu dituntut 12 bulan.
"Presiden berbohong, mana mungkin di depan mata ada pelanggaran HAM lalu dia bicara tidak ada," kata Markus di kantor KontraS, jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Sabtu (22/1).
Sehari sebelumnya, di depan petinggi TNI Presiden menyampaikan tidak ada pelanggaran HAM berat sejak periode 2004 lalu.
Menurut Markus, pernyataan itu berbeda dengan kenyataannya. "Presiden hendak menyembunyikan fakta sebenarnya," katanya.
Wakil Koordinator KontraS Papua Olga Hamadi, menyatakan pihaknya sering melihat kekejaman militer di Papua, namun tidak bisa berbuat apa-apa. "Kami warga sipil hanya bisa melihat, lalu menolak lewat kampanye HAM," katanya.
Hamluddin