TEMPO Interaktif, Jakarta - Brigadir Jenderal Ihza Fadri menyalahkan tindakan Susno Duadji yang memerintahkan langsung penyidik dalam perkara PT Salmah Arwana Lestari. "Seharusnya Kabareskrim (Susno) memerintahkan kepada atasan penyidik (Direktur)," ujarnya dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 13 Januari 2011. Dalam sidang tersebut, ia hadir sebagai saksi ahli.
Susno didakwa melanggar kewenangan dalam penanganan kasus ini, yakni saat ia menjabat sebagai Kepala Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Polri. Saat itu ia memerintahkan penyidik untuk melakukan penahanan terhadap Anwar Salmah, pemilik PT SAL, dan melakukan penyitaan terhadap barang bukti.
Perintah ini dikeluarkan Susno setelah Haposan Hutagalung dan Sjahril Djohan meminta agar kasus ini segera diselesaikan. Haposan adalah pengacara Ho Kian Huat, pengusaha Singapura yang mengaku ditipu Anwar Salmah dalam investasi penangkaran ikan Arwana ini. Haposan meminta bantuan Sjahril yang dikenal dekat dengan Susno.
Menurut Ihza, Susno telah melanggar Peraturan Kapolri No. 15 Tahun 2006 tentang Kode Etik Penyidik. Menurutnya, berdasarkan peraturan ini perintah untuk penahanan, penyitaan, penangkapan, seharusnya dikeluarkan oleh Direktur yang merupakan atasan penyidik. Ia melanjutkan, Kabareskrim bisa langsung memanggil penyidik. "Tetapi itu untuk melakukan gelar perkara," ujar Kepala Biro Bantuan Hukum Polri ini.
Ihza melanjutkan, Susno bisa memberikan perintah langsung kepada penyidik jika Susno mengambil alih langsung kasus ini. "Artinya dia yang bertanggung jawab, dia yang mengeluarkan surat perintah penyidikan, dia yang menandatangani perintah penahanan dan sebagainya," jelas Ihza.
Kewenangan itu, menurut Ihza tak dimiliki oleh Kabareskrim. Alasannya, secara fungsional, atasan penyidik adalah Direktur dimana penyidik itu ditempatkan. "Kalau secara struktural Kabareskrim memang atasan penyidik, tapi tidak secara fungsional," katanya.
FEBRIYAN